Kekeliruan bukan pada Al-Qur'an, tapi pada mata pikiran sesat dalam memandang Al-Qur'an secara tidak fair, sehingga mengakibatkan salah paham dan bahkan tersesat dari kebenaran!
Beberapa waktu lalu penulis mendapat pesan singkat dari seorang Kristen Advent yang mengaku jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMIH). Mulanya ia bertanya, “Bapak ustadz yang saya hormati, saya ingin bertanya kepada bapak. Satu masa di hadapan Tuhan itu kadarnya sama dengan 1.000 tahun atau 50.000 tahun?”
Gayanya memang bertanya, tapi ternyata sekedar memancing dialog, karena motif aslinya memang menggugat Al-Qur'an sebagai kitab kontradiktif. Gaya bertanya seperti itu sudah sering penulis terima dari berbagai email.
Setelah pesan singkat dijawab, maka terjadilah dialog 'gayung bersambut' yang ujung-ujungnya terbukti, bahwa tujuan penanya Kristen adalah menggugat tiga ayat Al-Qur'an yang dianggap kontradiktif, yaitu surat Al-Ma'arij 4 dengan Al-Hajj 47 dan As-Sajdah 5.
Menurut mereka, ayat-ayat ini bertentangan, karena surat Al-Ma'arij 4 menyatakan satu hari Tuhan sama dengan 50.000 tahu sedangkan surat Al-Hajj 47 dan As-Sajdah 5 menyatakan bahwa satu hari Tuhan sama dengan 1.000 tahun.
Bila berhasil membuktikan adanya kontradiksi ayat dalam Al-Qur'an, maka otomatis para penginjil itu berhasil menggugurkan otentisitas Al-Qur'an sebagai wahyu Allah SWT. Karena salah satu bukti Al-Qur'an Kalamullah adalah suci dari berbagai kontradiktif, sebagaimana firman-Nya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an? Kalau sekiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (Qs. An-Nisa' 82).
Benarkah ayat-ayat Al-Qur'an tersebut kontradiktif? Sebelum menjawabnya, mari kita baca ayat yang dimaksud:
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun” (Qs Al-Ma'arij 4).
“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu” (Qs Al-Hajj 47).
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (Qs As-Sajdah 5).
Bagi para penginjil, bilangan ayat-ayat tersebut bertentangan karena mata mereka hanya terfokus pada angka 50.000 dan 1.000. Anggapan kontradiktif terhadap ayat-ayat Al-Qur'an ini nampak karena mereka membaca ayat secara tidak konsisten. Padahal bila dibaca secara cermat, ayat-ayat tersebut sama sekali tidak kontradiktif.
Mari kita perhatikan baik-baik dengan teliti! Surat Al-Ma'arij 4 menerangkan bahwa para malaikat dan Jibril naik (ta'ruju) menghadap Allah memakan waktu yang sangat singkat, tetapi jika dilakukan manusia akan memakan waktu 50.000 ribu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Arasy Allah itu sangat jauh dan tinggi, tidak akan dapat dicapai oleh hamba-hambaNya yang mana pun.
Sedangkan Al-Hajj 47 dan As-Sajdah 5 menyatakan bahwa lamanya waktu sehari di sisi Allah jika disamakan dengan lamanya waktu di dunia menurut perhitungan manusia adalah 1.000 tahun. Perkataan seribu tahun dalam bahasa Arab tidak selamanya berarti 1000 dalam arti sebenarnya, tetapi kadang-kadang digunakan untuk menerangkan banyaknya sesuatu jumlah atau lamanya waktu yang diperlukan. Dalam ayat ini bilangan seribu itu digunakan untuk menyatakan lamanya waktu kehidupan alam semesta ini.
Kedua ayat ini sama sekali tidak bertentangan karena berbicara tentang dua tema yang berbeda. Hanya orang yang tak punya akal sehat saja yang menganggap dua ayat Al-Qur'an tersebut kontradiktif!
Kekeliruan bukan pada Al-Qur'an, tapi pada mata pikiran sesat dalam memandang Al-Qur'an secara tidak fair, sehingga mengakibatkan salah paham dan bahkan tersesat dari kebenaran!!
Bukti Nyata Kontradiksi Angka dalam Bibel
Kasus kesalahan dan kontradiksi angka yang cukup fatal sangat mencolok justru dialami oleh Bibel, terutama dalam kitab Perjanjian Lama. Misalnya tentang kisah kekayaan Raja Sulaiman (Salomo) dalam kitab 1 Raja-raja 4:26 sebagai berikut:
“Dan lagi adalah pada radja Solaiman empatpuluh ribu kandang akan segala rata baginda dan duabelas ribu orang berkuda” (Alkitab terbitan Lembaga Alkitab tahun 1960).
“Lagipula Salomo mempunyai kuda empat ribu kandang untuk kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda” (Alkitab terbitan Lembaga Al-kitab tahun 1979).
Perhatikan baik-baik, dalam ayat yang sama yang diterbitkan berbeda tahun, terjadi korupsi angka 90 persen dari angka 40.000 menjadi 4.000.
Pemangkasan angka dari 40.000 menjadi 4.000 dalam kitab Raja-raja itu jelas bukan sekedar memperbaiki redaksi bahasa, melainkan merombak esensi ayat secara signifikan. Karena bagaimanapun juga, penambahan satu angka nol (0) sangat besar artinya. Merubah 40.000 menjadi 4.000 itu berarti membuang nilai 36.000. Satu angka yang cukup fantastis, terlebih bila tertera dalam kitab suci firman Tuhan.
Kekeliruan satu angka nol (0) dalam dunia bisnis saja sangat fatal akibatnya, terlebih jika menimpa kitab suci. Betapa aneh jika dalam ayat yang sama dengan cerita yang sama pula, selisih 19 tahun penerbitan angka 40.000 berkurang satu angka nol menjadi 4.000.
Bila diteliti lebih lanjut, ternyata revisi angka itu sangat manjur untuk membuang kontradiksi ayat. Sebab jika Alkitab tahun 1960 itu tidak direvisi, maka terjadilah kontradiksi ayat mengenai kekayaan Raja Salomo dengan versi kitab Tawarikh yang menyebutkan bahwa Salomo hanya memiliki 4.000 kandang kuda. Perhatikan ayat berikut:
“Salomo mempunyai juga empat ribu kandang untuk kuda-kudanya dan kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda, yang ditempatkan dalam kota-kota kereta dan dekat raja di Yerusalem” (2 Tawarikh 9:25).
“And Solomon had four thousand stalls for horses and chariots, and twelve thousand horsemen; whom he bestowed in the chariot cities, and with the king at Jerusalem” (2 Chronicles 9:25, King James Version).
Supaya tidak kontradiktif, maka dibuanglah satu angka nol dalam kitab Raja-raja. Tapi tanpa disadari, hal ini justru mengakibatkan kontradiksi yang lebih nyata antara ayat yang sama terhadap cetakan tahun yang berbeda.
Kontradiksi dan revisi ayat Bibel yang tak kalah fatalnya adalah mengenai angka tahun, dalam ayat berikut:
“Adapon oemoer Jehojachin pada masa ija naik radja itoe doelapan tahoen, maka karadjanlah ija diJeroezalim tiga boelan dan sapoeloeh hari lamanja, maka dipêrboewatnja barang jang djahat ke-pada pêmandangan Toehan” (2 Tawarikh 36:9, Alkitab tahun 1928).
“Yoyakhin berumur delapan belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan tiga bulan sepuluh hari lamanya ia memerintah di Yerusalem. Ia melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. (2 Tawarikh 36:9, Alkitab tahun 2002).
Ayat yang sama dalam dua versi tersebut jelas bertentangan dan tidak mungkin keduanya diyakini sebagai kebenaran. Pasti ada salah satu yang salah, bahkan bisa jadi keduanya salah.
Penambahan angka satu (1) pada angka 8 tersebut bukan tak ada artinya. Sebab bila angka dalam ayat itu tidak direvisi, maka terjadilah kontradiktif dengan kitab Raja-raja. Sebab dalam kitab II Raja-raja 24:8 disebutkan bahwa Yoyakhin berusia 18 tahun ketika jadi raja Yerusalem.
“Yoyakhin berumur delapan belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan tiga bulan lamanya ia memerintah di Yerusalem” (II Raja-raja 24: 8, Alkitab tahun 2002).
Jika kontradiksi antara kitab Tawarikh dengan kitab Raja-raja itu dibiarkan, maka Alkitab (Bibel) tidak laku di pasaran dan “ketinggalan kereta” dengan kitab-kitab suci agama lainnya.
Mendengar jawaban itu, Kristen tahun 1928 bisa menerima dan memahami. Tapi mereka masih belum puas, karena masih ada pertanyaan yang belum terjawab, kenapa nama “Yehoyakim” diganti “Yoyakim” dan nama “Yehoyakhin” diganti “Yoyakhin”? Sebab penambahan huruf dalam nama seseorang itu bisa merubah makna yang sangat jauh.
Dengan data-data ini, jelaslah bahwa ada ayat kontradiktif dalam Bibel. Adanya revisi ayat untuk menghilangkan kontradiktif, justru semakin membuktikan bahwa dalam Bibel ada campur tangan manusia.
Beberapa waktu lalu penulis mendapat pesan singkat dari seorang Kristen Advent yang mengaku jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMIH). Mulanya ia bertanya, “Bapak ustadz yang saya hormati, saya ingin bertanya kepada bapak. Satu masa di hadapan Tuhan itu kadarnya sama dengan 1.000 tahun atau 50.000 tahun?”
Gayanya memang bertanya, tapi ternyata sekedar memancing dialog, karena motif aslinya memang menggugat Al-Qur'an sebagai kitab kontradiktif. Gaya bertanya seperti itu sudah sering penulis terima dari berbagai email.
Setelah pesan singkat dijawab, maka terjadilah dialog 'gayung bersambut' yang ujung-ujungnya terbukti, bahwa tujuan penanya Kristen adalah menggugat tiga ayat Al-Qur'an yang dianggap kontradiktif, yaitu surat Al-Ma'arij 4 dengan Al-Hajj 47 dan As-Sajdah 5.
Menurut mereka, ayat-ayat ini bertentangan, karena surat Al-Ma'arij 4 menyatakan satu hari Tuhan sama dengan 50.000 tahu sedangkan surat Al-Hajj 47 dan As-Sajdah 5 menyatakan bahwa satu hari Tuhan sama dengan 1.000 tahun.
Bila berhasil membuktikan adanya kontradiksi ayat dalam Al-Qur'an, maka otomatis para penginjil itu berhasil menggugurkan otentisitas Al-Qur'an sebagai wahyu Allah SWT. Karena salah satu bukti Al-Qur'an Kalamullah adalah suci dari berbagai kontradiktif, sebagaimana firman-Nya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an? Kalau sekiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (Qs. An-Nisa' 82).
Benarkah ayat-ayat Al-Qur'an tersebut kontradiktif? Sebelum menjawabnya, mari kita baca ayat yang dimaksud:
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun” (Qs Al-Ma'arij 4).
“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu” (Qs Al-Hajj 47).
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (Qs As-Sajdah 5).
Bagi para penginjil, bilangan ayat-ayat tersebut bertentangan karena mata mereka hanya terfokus pada angka 50.000 dan 1.000. Anggapan kontradiktif terhadap ayat-ayat Al-Qur'an ini nampak karena mereka membaca ayat secara tidak konsisten. Padahal bila dibaca secara cermat, ayat-ayat tersebut sama sekali tidak kontradiktif.
Mari kita perhatikan baik-baik dengan teliti! Surat Al-Ma'arij 4 menerangkan bahwa para malaikat dan Jibril naik (ta'ruju) menghadap Allah memakan waktu yang sangat singkat, tetapi jika dilakukan manusia akan memakan waktu 50.000 ribu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Arasy Allah itu sangat jauh dan tinggi, tidak akan dapat dicapai oleh hamba-hambaNya yang mana pun.
Sedangkan Al-Hajj 47 dan As-Sajdah 5 menyatakan bahwa lamanya waktu sehari di sisi Allah jika disamakan dengan lamanya waktu di dunia menurut perhitungan manusia adalah 1.000 tahun. Perkataan seribu tahun dalam bahasa Arab tidak selamanya berarti 1000 dalam arti sebenarnya, tetapi kadang-kadang digunakan untuk menerangkan banyaknya sesuatu jumlah atau lamanya waktu yang diperlukan. Dalam ayat ini bilangan seribu itu digunakan untuk menyatakan lamanya waktu kehidupan alam semesta ini.
Kedua ayat ini sama sekali tidak bertentangan karena berbicara tentang dua tema yang berbeda. Hanya orang yang tak punya akal sehat saja yang menganggap dua ayat Al-Qur'an tersebut kontradiktif!
Kekeliruan bukan pada Al-Qur'an, tapi pada mata pikiran sesat dalam memandang Al-Qur'an secara tidak fair, sehingga mengakibatkan salah paham dan bahkan tersesat dari kebenaran!!
Bukti Nyata Kontradiksi Angka dalam Bibel
Kasus kesalahan dan kontradiksi angka yang cukup fatal sangat mencolok justru dialami oleh Bibel, terutama dalam kitab Perjanjian Lama. Misalnya tentang kisah kekayaan Raja Sulaiman (Salomo) dalam kitab 1 Raja-raja 4:26 sebagai berikut:
“Dan lagi adalah pada radja Solaiman empatpuluh ribu kandang akan segala rata baginda dan duabelas ribu orang berkuda” (Alkitab terbitan Lembaga Alkitab tahun 1960).
“Lagipula Salomo mempunyai kuda empat ribu kandang untuk kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda” (Alkitab terbitan Lembaga Al-kitab tahun 1979).
Perhatikan baik-baik, dalam ayat yang sama yang diterbitkan berbeda tahun, terjadi korupsi angka 90 persen dari angka 40.000 menjadi 4.000.
Pemangkasan angka dari 40.000 menjadi 4.000 dalam kitab Raja-raja itu jelas bukan sekedar memperbaiki redaksi bahasa, melainkan merombak esensi ayat secara signifikan. Karena bagaimanapun juga, penambahan satu angka nol (0) sangat besar artinya. Merubah 40.000 menjadi 4.000 itu berarti membuang nilai 36.000. Satu angka yang cukup fantastis, terlebih bila tertera dalam kitab suci firman Tuhan.
Kekeliruan satu angka nol (0) dalam dunia bisnis saja sangat fatal akibatnya, terlebih jika menimpa kitab suci. Betapa aneh jika dalam ayat yang sama dengan cerita yang sama pula, selisih 19 tahun penerbitan angka 40.000 berkurang satu angka nol menjadi 4.000.
Bila diteliti lebih lanjut, ternyata revisi angka itu sangat manjur untuk membuang kontradiksi ayat. Sebab jika Alkitab tahun 1960 itu tidak direvisi, maka terjadilah kontradiksi ayat mengenai kekayaan Raja Salomo dengan versi kitab Tawarikh yang menyebutkan bahwa Salomo hanya memiliki 4.000 kandang kuda. Perhatikan ayat berikut:
“Salomo mempunyai juga empat ribu kandang untuk kuda-kudanya dan kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda, yang ditempatkan dalam kota-kota kereta dan dekat raja di Yerusalem” (2 Tawarikh 9:25).
“And Solomon had four thousand stalls for horses and chariots, and twelve thousand horsemen; whom he bestowed in the chariot cities, and with the king at Jerusalem” (2 Chronicles 9:25, King James Version).
Supaya tidak kontradiktif, maka dibuanglah satu angka nol dalam kitab Raja-raja. Tapi tanpa disadari, hal ini justru mengakibatkan kontradiksi yang lebih nyata antara ayat yang sama terhadap cetakan tahun yang berbeda.
Kontradiksi dan revisi ayat Bibel yang tak kalah fatalnya adalah mengenai angka tahun, dalam ayat berikut:
“Adapon oemoer Jehojachin pada masa ija naik radja itoe doelapan tahoen, maka karadjanlah ija diJeroezalim tiga boelan dan sapoeloeh hari lamanja, maka dipêrboewatnja barang jang djahat ke-pada pêmandangan Toehan” (2 Tawarikh 36:9, Alkitab tahun 1928).
“Yoyakhin berumur delapan belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan tiga bulan sepuluh hari lamanya ia memerintah di Yerusalem. Ia melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. (2 Tawarikh 36:9, Alkitab tahun 2002).
Ayat yang sama dalam dua versi tersebut jelas bertentangan dan tidak mungkin keduanya diyakini sebagai kebenaran. Pasti ada salah satu yang salah, bahkan bisa jadi keduanya salah.
Penambahan angka satu (1) pada angka 8 tersebut bukan tak ada artinya. Sebab bila angka dalam ayat itu tidak direvisi, maka terjadilah kontradiktif dengan kitab Raja-raja. Sebab dalam kitab II Raja-raja 24:8 disebutkan bahwa Yoyakhin berusia 18 tahun ketika jadi raja Yerusalem.
“Yoyakhin berumur delapan belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan tiga bulan lamanya ia memerintah di Yerusalem” (II Raja-raja 24: 8, Alkitab tahun 2002).
Jika kontradiksi antara kitab Tawarikh dengan kitab Raja-raja itu dibiarkan, maka Alkitab (Bibel) tidak laku di pasaran dan “ketinggalan kereta” dengan kitab-kitab suci agama lainnya.
Mendengar jawaban itu, Kristen tahun 1928 bisa menerima dan memahami. Tapi mereka masih belum puas, karena masih ada pertanyaan yang belum terjawab, kenapa nama “Yehoyakim” diganti “Yoyakim” dan nama “Yehoyakhin” diganti “Yoyakhin”? Sebab penambahan huruf dalam nama seseorang itu bisa merubah makna yang sangat jauh.
Dengan data-data ini, jelaslah bahwa ada ayat kontradiktif dalam Bibel. Adanya revisi ayat untuk menghilangkan kontradiktif, justru semakin membuktikan bahwa dalam Bibel ada campur tangan manusia.
No comments:
Post a Comment