Mata kuliah yang menyusupkan ajaran bahwa musuh mereka adalah Islam telah menjadi pelajaran wajib.
Mata kuliah yang disebut 'Perspectives on Islam and Islamic Radicalism' telah diajarkan sekitar lima kali dalam setahun sejak 2004, dengan sekitar 20 siswa dalam tiap pertemuan.
Ini berarti sekitar 800 siswa telah mengambil mata kuliah ini selama bertahun-tahun sebelum akhirnya dihentikan April lalu menyusul adanya aksi protes.
Militer AS mengajarkan anggotanya bahwa 'perang total' terhadap dunia Muslim dengan 1,4 milyar pemeluk diperlukan untuk melindungi Amerika dari teroris Islam, begitu isi dokumen yang dirilis oleh Danger Room, rubrik majalah teknologi terkemuka, Wired. Salah satu di antara opsi konflik ialah menggunakan pelajaran 'Hiroshima', untuk menghapus seluruh kota-kota Islam dalam sekali pukul, menyerang 'populasi sipil di mana pun diperlukan'
Penggalan materi pelatihan AS tersebut diulas di situs Majalah Wired, Kamis (10/5). Materi itu, pertama kali dilaporkan oleh Danger Room bulan lalu dan kini telah berada di tangan Departemen Pertahanan (DOD) Amerika dan dibatalkan penyebarannya oleh para perwira militer di Pentagon. Namun, detail dan kelas-kelas dan materi dalam ratusan halaman serta dokumen referensi terlanjur diberikan kepada anggota militer.
Informasi lebih lanjut, sekomplotan orang yang menyebut diri pakar terorisme berupaya mencari jalan memasuki militer, intelijen dan komunitas aparat hukum AS, mencoba meyakinkan siapa pun bahwa musuh teroris nyata AS bukanlah Alqaidah, melaikan keyakinan Islam itu sendiri. Dalam pelatihannya, Dooley membawa para pakar anti-Islam itu sebagai dosen tamu dan membawa argumen mereka sebagai kesimpulan akhir.
"Kini kita memahami bahwa tidak ada istilah 'Islam moderat," ujar Dooley dalam presentasi pada Juli 2011 seraya menyimpulkan pemahaman itu dalam manifesto musuh Amerika. "Karena itu waktu bagi Amerika Serikat untuk memperjelas tujuan. Ideologi barbar ini tak bisa lagi ditoleransi. Islam harus mengubah diri atau kita fasilitasi penghancuran diri mereka."
Dooley sejauh ini tak bisa dimintai komentarnya. Jurubicara Pasukan Gabungan, Steven Williams menolak untuk mendiskusikan presentasi Dooley atau statusnya dalam sekolah pendidikan tentara.
Namun saat ditanya apakah Dooley bertanggung jawab atas material pelatihan, ia menjawab, "Saya tak tahu apakah ia (Dooley) yang bertanggung jawab, seharusnya itu tanggung jawab komandan sekolah, yakni Mayor Jendral Joseph Ward. Dengan demikian jenderal bintang dua itu memilik potensi dihukum atas materi pelatihan mengejutkan itu.
Kembali menyoal presentasi pelatihan, Dooley juga memunculkan gagasan rencana perang empat fase untuk memaksa transformasi dalam Agama Islam. Fase ketiga disebutkan, 'Islam harus direduksi tak lebih dari status sebuah sekte' dan Arab Saudi mesti diancam dengan bencana kelaparan. Saran itu dianggap ironis mengingat dalam berita-berita terkini menyebut intelijen Arab Saudi justru membantu membongkar plot terorisme."
Tak berhenti sampai di situ, Dooley mengatakan hukum internasional yang melindungi warga sipil di era perang tak lagi relevan. Tujuannya, agar terbuka kemungkinan untuk menerapkan cara terdahulu di Dresden, Tokyo, Hiroshima dan Nagasaki, terhadap kota-kota tersuci Islam, menghancurkan Makkah dan Madinah.
''Mereka (Muslim) membenci segala hal tentang kamu (warga Amerika) dan tidak akan mau hidup berdampingan dengan kamu hingga kamu lenyap,'' ungkap sang instruktur, Letkol Matthew Dooley dalam sebuah presentasi Juli 2011 lalu, seperti dilaporkan AP.
Saat menyampaikan kuliahnya di Kampus Militer Gabungan AS, Letnan Kolonel Matthew A Dooley, memang selalu menambahkan peringatan bahwa pandangannya 'bukanlah Kebijakan Resmi Pemerintah Amerika Serikat'. Pandangan tadi, dalihnya, dimaksukan untuk memunculkan diskusi dan pemikiran dinamis.
Namun ia mendidik rekan perwira militer yang ditugaskan oleh Obama. Materi tadi yang juga terdapat tudingan terhadap presiden menyiratkan bahwa pemimpin tertinggi militer AS, yakni Obama ialah semacam pengkhianat.
"Menurut perkiraan konservatif, 10 persen dunia Muslim, berarti 140 juta orang, membenci apa pun pandangan yang Anda pegang dan tak bisa hidup berdampingan dengan anda kecuali anda masuk Islam," ujar Dooley. "Sumpah anda sebagai tentara profesional diuji disini, membuat anda harus membuat pilihan di sisi mana anda berdiri." Tak jelas apakah konsep 'perang total' Dooley juga berlaku pada rekan-rekan komandan muslim di militer AS.
Setelah para petinggi Pentagon memeriksa presentasi Dooley, perwira militer tertinggi, Kepala Militer AS, Jenderal Martin Dempsey, mengeluarkan perintah kepada setiap kepala militer dan komandan senior untuk menyingkirkan semua materi instruksi anti-Islam dan sejenisnya. Perintah dikeluarkan Dempsey menyusul instruksi Gedung Putih kepada seluruh departemen keamanan pemerintahan, baik militer dan sipil, untuk mengubah materi pelatihan kontraterorisme usai mengkaji materi FBI yang memburukkan Islam.
Ketika perintah itu dikeluarkan, Dooley hampir dua tahun menyajikan materi visi apokaliptik perang agama global. Letnan Jendral, George Flynn, deputi pendidikan bawahan Dempsey, memerintahkan investigasi bagaimana tepatnya Dooley bisa lolos dengan materi presentasi semacam itu di kuliah resmi Departemen Pertahanan. Hasil penyelidikan itu akan dievaluasi pada 24 Mei nanti.
Ironisnya, Dooley dan para dosen tamu pilihannya telah melukiskan gambaran mengerikan atas barisan ekstremisme Islam. Padahal, menengok pada sejumlah dokumen hasil sitaan di Abbottabad yang telah diungkap ke publik, Usamah justru frustasi dengan metode brutal sel-sel Alqaidah dan praktek penyerangan memakan banyak korban sipil tak berdosa. Taktik itu, menurut bin Ladin hanya membuat Alqaidah terasing dari mayoritas Muslim untuk mendukung perang Suci.
Lembaga pendidikan untuk para personel militer profesional itu menargetkan para pegawai pemerintah dan pejabat militer level menengah. Mereka mengajarkan berbagai topik terkait perencanaan dan eksekusi perang.
Letnan Kololonel Matthew A Dooley bergabung di Kampus Militer Gabungan AS pada Agustus 2010. Saat bertugas memberi pelatihan dalam kuliah berdurasi delapan pekan ia langsung memulai dengan dua bagian sejarah Islam yang disampaikan lewat berbagai presentasi. Kuliah itu dulu diberikan oleh mantan profesor sejarah West Point, David Fatua.
Begini ucapan Dooley ketika membuka kelasnya pertama kali. "Sayangnya, jika kita hanya mengandalkan itu, anda tak akan memiliki pandangan seimbang yang tepat. Anda pun tak memiliki pandangan akurat bagaimana Islam mengartikan dirinya." Beberapa pekan ke depan, ia mengundan tiga dosen tamu yang terkenal atas pandangan anti-Islamnya.
Mereka ialah tokoh-tokoh yang mendukung ideologi Dooley dan berulang kali menyatakan bahwa sebagian besar Muslim berbahaya karena secara alami mereka cenderung pada kekerasan. Pertama ialah Shireen Burki. Wanita ini pada pemilu AS 2008 silam menyatakan keras bahwa "Obama ialah kandidat impian bin Ladin,". Dalam kuliah yang ia sampaikan di Kampus Militer AS, ia menyajikan presentasi yang menyatakan Islam adalah Agama Imperialis dan Penakluk.
Dosen tamu kedua, Sthepen Coughlin, ialah sosok yang pernah membuat thesis kontroversial untuk gelar masternya pada 2007. Saat itu ia mengklaim bahwa pernyataan Presiden George W Bush untuk menjalin persahabatan dengan dunia Muslim memberi 'efek mengerikan' terhadap mereka yang diberi tugas mengidentifikasi doktrin musuh.
Coughlin kemudian melepaskan posisinya sebagai konsultan di Pasukan Gabungan namun ia terus memberikan kuliah di Kampus Perang Angkatan Laut dan juga di Kantor petugas lapangan FBI di Washington. Saat berbicara di kelas Dooley, Coughlin-lah yang menyimpulkan bahwa Alqaidah telah membantu menggulingkan Husni Mubarak dan diktator Libya, Moammar Qaddafi. Semua tadi, ujarnya, ialah bagian skema dunia Islam untuk menaklukkan dunia. Ia juga mengejek mereka yang tidak melihat adanya plot ini sejelas dirinya dan menuduh mereka 'orang ruwet'.
Saat menyampaikan materinya, Coughlin memberi judul presentasinya. "Pemaksaan Hukum Islam--atau--Ini Bukanlah Robot yang Anda Cari!'
Kemudian sosok ketiga ialah mantan anggota FBI, John Guandolo, yang menulis di situs konspiratorial World Net Daily, tahun lalu, bahwa Obama ialah satu-satunya presiden AS terkini yang jatuh di bawah pengaruh ekstremis Islam.
"Tingkat penetrasi Islam dalam tiga pemerintahan terakhir begitu dalam," tuding Guandolo. Dalam materi acuannya untuk kuliah di Kampus Militer, Guandolo, tidak hanya berbicara mengenai Muslim saat ini sebagai musuh Barat. Ia juga menjustifikasi keberadaan tentara Salib, seraya menulis, bahwa mereka "dibentuk ratusan tahun lalu setelah serangan Musllim ke tanah Barat."
Makalah Guandolo berisi klaim bagaimana muslim bersikap mengelabui orang lain ketika 'kebenaran' disodorkan pada mereka berjudul, “Usual Responses from the Enemy When Presented With the Truth” (.pdf), menjadi salah satu materi utama. Tulisan itu dijadikan presentasi, dokumen, video, dan tautan web yang didistribusikan secara elektronik di kalangan mahasiswa Kampus Militer AS.
Tak hanya itu materi kontroversial lain ialah tulisan sarat tuduhan yang berbunyi “It is a permanent command in Islam for Muslims to hate and despise Jews and Christians”. Ada pula kuliah video dari mantan guru besar, saksi pembela di sejumlah sidang pemimpin Serbia yang didakwa melakukan kejahatan perang termasuk pembantaian Muslim. Materi lain berupa tautan di web berjudul “Watch Before This Is Pulled,” berisi tudingan dan klaim pembuktian bahwa Presiden Obama, pemimpin tertinggi militer AS, mengakui bahwa ia adalah muslim.
Pejabat militer AS memang telah memerintahkan untuk meninjau ulang penggunaan materi pelatihan tentara yang menggambarkan bahwa AS bukan berperang dengan Alqaidah melainkan melawan Islam. Materi kontroversi sarat dengan kebencian itu menuai keprihatinan.
Juru bicara Pentagon, Kapten John Kirby mengatakan peninjauan itu ialah bentuk tanggung jawab pemerintah bahwa AS tidak memerangi Islam melainkan terorisme. "Dari materi berjudul "Perspektif dan Radikalisme Islam" harus diakui bahwa AS seolah berperang melawan Islam. Padahal itu sama sekali tidak benar," ungkapnya. Kirby mengatakan Menteri Pertahanan, Leon Panetta juga merasa "keprihatinan mendalam" atas temuan itu.
Pemimpin Gabungan Kepala Staf, baru-baru ini memerintahkan milter AS untuk mengevaluasi ulang materi pelatihan militer dan memasitkan agar tak mengandung kebencian semacam, sebuah proses yang masih berlanjut. Namun, salah satu perwira yang memberikan pelatihan, Letnan Kolonel AD, Matthew A. Doley, sosok yang pertama kali membawakan materi kontroversi itu masih bertugas di Norfolk, Virginia, karena investigasi sedang dilakukan terhadap dirinya.
Ironisnya, sejumlah komandan, letnan kolonel, kapten dan kolonel yang dulu duduk di kelas Dolley mendengarkan materi penuh hasutan itu minggu demi minggu, kini sudah menyebar dan bertugas dengan jabatan lebih tinggi di kemiliteran AS.
Silahkan berkomentar
Gunakan sopan santun sebagai tanda orang yang berakhlaq baik