Pasal 133 Tentang Hukum Had Qadzaf dan Li’an
Dan ketika menuduh seorang lelaki kepada istrinya dengan tuduhan zina, maka tetap baginya terkena hukuman had qadzaf, yaitu delapan puluh jilidan (dera), kecauli bila dapat menunjukkan bukti autentik (bayyinat) atau dengan li’an[1]. Maka lelaki berbicara di depan hakim, terdiri di atas mimbar dalam kumpulan orang banyak: “Saya menyaksikan dengan atas nama Allah, bahwa sesungguhnya saya pasti bagian orang-orang yang benar tuduhannya. Dalam apa yang saya tuduhkan kepada istriku dari zina, maka sungguh benar anaknya itu dari zina, dan bukan dari saya”. Sumpah itu diulang sampai keempat kali. Berkata dalam yang kelima kali, “Dan atasku terkena laknat Allah bila saya termasuk sebagian dari orang-orang yang berdusta”. Perkataan begitulah ia tidak dijatuhi hukuman had qadzaf, sebab sudah melaksanakan sumpah yang kelima kali. (Hamisy Al Bajuri: II/164-166).
Pasal 134 Tentang Ucapan Wanita Tertuduh
Maka wanita dalam sumpahnya membantah: “Menyaksikan saya sumpah dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya orang lelaki si fulan – itu pasti sebagian dari orang-orang yang berdusta dalam tuduhannya kepada saya dengan zina”.
Ucapan itu diulang sampai empat kali. Dalam kelimanya setelah hakim menasehati wanita itu berkata: “Dan atasku terkena laknat Allah – bila lelaki itu adalah sebagian dari orang-orang yang benar tuduhannya dalam menuduh saya berzina”. Bila tidaklah wanita itu menjawab dengan sumpah, maka terkena hukum pidana Rajam: yaitu, dilempari batu sratus kali setelah badan ditanam dalam tanah dan terlihat kepalanya. (Hamisy Al Bajuri: II/167-168).
Pasal 135 Tentang Haram Menikah Wanita Li’an
Tidaklah boleh seorang lelaki menikah kembai kepada istrinya yang pernah li’an dengan sumpah kedua-duanya menjadi haram selamanua (ta’bidu).
Sumber:Kitab Tabyinal Ishlah
[1] Kata li’an menurut bahasa berarti alla’nu bainatsnaini fa sha’idan (saling melaknat yang terjadi di antara dua orang atau lebih). Sedang, menurut istilah syar’i, li’an ialah sumpah dengan redaksi tertentu yang diucapkan suami bahwa isterinya telah berzina atau ia menolak bayi yang lahir dari isterinya sebagai anak kandungnya, dan kemudian sang isteri pun bersumpah bahwa tuduhan suaminya yang dialamatkan kepada dirinya itu bohong, diantara definisi yang representatif, yang mudah diingat adalah: “sumpah suami yang menuduh istrinya berbuat zina, sedangkan dia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi”.
Dalam definisi yang sederhana tersebut terdapat beberapa kata kunci yang akan menjelaskan hakikat dari perbuatan li’an itu, yaitu sebagai berikut:
Pertama: kata “sumpah”. Kata ini menunjukkan bahwa li’an itu adalah salah satu bentuk dari sumpah atau kesaksian kepada Allah yang jumlahnya lima kali. Empat yang pertama kesaksian bahwa ia benar dengan ucapannya dan kelima kesaksian bahwa laknat Allah atasnya bila ia berbohong.
Kedua: kata “suami” yang dihadapkan pada “Istri”. Hal ini mengandung Arti bahwa Li’an berlaku antara suami-istri, dan tidak berlaku diluar lingkungan keduannya. Orang yang tidak terikat dalam tali pernikahan saling melaknat tidak disebut istilah Li’an.
Ketiga: kata “menuduh berzina”, yang mengandung arti bahwa sumpah yang dilakukan oleh suami itu adalah bahwa istrinnya itu berbuat zina, baik ia sendiri mendapatkan istrinnya berbuat zina atau meyakini bayi yang dikandung istrinnya bukanlah anaknya. Bila tuduhan yang dilakukan suami itu tidak ada hubungannya dengan zina atu anak yang dikandung, tidak disebut dengan Li’an.
Keempat: kata “suami tidak mampu mendatangkan empat orang saksi”. Hal ini mengandung arti bahwa seandainnya dengan tuduhannya itu suami mampu mendatangkan empat orang saksi sebagaimana dipersyaratkan waktu menuduh zina, tidak dinamakan dengan Li’an, gtetapi melaporkan apa yang terjadi untuk diselesaikan oleh Hakim.
No comments:
Post a Comment