Tanpa melihat kelanjutan dari kitab- kitab beliau yang lain sering terjadi kita terlalu cepat menyimpulkan bahwa dengan demikian beliau seperti menafikan rukun- rukun yang lain seperti sholat lima waktu, zakat, puasa dan haji.
Namun kenyataan membuktikan bahwa para penganutnya sangat intens melakukan sholat, bahkan sangat menghafal syarat rukun sholat, (tidak sekedar mengerti sebagaimana kita), sangat intens melakukan puasa, berzakat dan menunaikan ibadah haji.
Fenomena ini pasti membingungkan bagi pengamat yang setengah- setengah dalam mendalami inti ajaran beliau.
Teks- teks dalam kitab- kitab beliau tentang Rukun Islam
Bila kita membuka- buka kitab- kitab beliau yang lain dapat kita temukan beberapa tahapan pernyatan beliau. Dengan membaca berturut- turut pernyataan beliau pada Syarh/ penjelasan yang lebih luas, insya Allah tersingkaplah segala kontroversi itu.:Kontroversi tentang “Bahwasanya Rukun Islam itu Hanyalah satu”. itu menipis setelah membaca maksud pernyataan diatas dengan syarah/ penjelasan beliau pada kitab- kitab lainnya sebagaimana bisa disimak sebagai berikut:
“Bahwasanya Rukun SAH nya Islam dalam hukum lahiriyah itu CUKUPLAH HANYA MENGUCAP DUA KALIMAH SYAHADAT”.
(Thoriqoh kecil. Halaman 21, Thoriqoh besar halaman 23. Lihat: Literature of Java II.1.o.R. 1104- 11010. no.3 Kitab Tarika- Poem, With Colophon , dated 1257/1841- Leiden University ) )
Penjelasan dibawah ini akan lebih mengungkap penjelasan beliau melalui Kitab Syarikhul Iman berikut ini,
“Adapun Perilaku/ Amaliyah Islam itu itu ada lima yakni; Yang ke I mengucapkan dua kalimah syahadat, yang ke II mendirikan sholat lima waktu, yang ke III berpuasa dibulan romadhon yang ke IV membayarkan zakat, yang ke V melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu dan aman perjalanannya. (Syarikhul Iman). Bahwasanya Rukun Islam YANG POKOK yang menjadikan hasil sah Islam seseorang dalam hukum dhohir adalah cukup dengan mengucapkan dua kalimah Syahadat”.
(Syarikhul Iman halaman 2. Lihat: Dr.H.Pigeaud : Literature of Java Vol I. 16010 cd 8568. pp.96).
Maka sekarang menjadi jelas, yang hanya satu itu adalah RUKUN YANG DAPAT MENJADIKAN SESEORANG ITU DIAKUI SEBAGAI MUSLIM dalam hukum lahir.
Dan ini semua Ulama Ahlus Sunnah sepakat. Sedang rukun yang lainnya mengikuti sebagai (perilaku) amaliyah wajib sehari- hari seorang yang sudah mengucapkan dua kalimah syahadat tersebut.
Menjadi jelas pula mengapa tidak ada seorangpun santri Rifa’iyah yang mengabaikan keempat rukun yang lain.
(Pada Kitab diatas K.H.A. Rifa’I menggunakan Kalimat A’maalul Islam, , sebagaimana Imam Ghozali yang menggunakaan lafadh BINAA’UL ISLAM, sebagai ganti kalimat Arkaanul Islam. Lihat Ittihaafu Saadatil Muttaqiin Syarah Ihyaa’u Ulumuddin)
Diperteguh dengan keharusan TASLIM/TUNDUK kepada hukum- hukum syar’I sebagai syarat sah diterimanya iman.
K.H.A.Rifa’I menulis:
ﻮﻤﻦ ﺍﻋﺘﻗﺪ ﻮﺃﻗﺭ ﴿ﺑﺎﻟﺸﻬﺎﺪﺘﻴﻦ﴾ ﻮﻟﻡ ﻴﺴﻟﻡ ﺤﻜﻤﺎ ﻤﻦ ﺃﺤﻜﺎﻡ ﺍﻟﺷﺭﻉ ﺍﻟﻤﻆﻬﺭ ﺑﻌﺪ ﻗﻴﺎﻡ ﺍﻟﺤﺠﺔ ﻭﻴﺄﺑﻰ ﻋﻧﻪ ﻔﻬﻭ ﺇﺑﻟﻴﺱ ﻤﻦ ﺍﻷﺑﺎﻟﻴﺴﺔ ﻭﻤﻦ ﺟﻤﻟﺔ ﺍﻟﻜﺎﻔﺮﻴﻦ
“Dan barang siapa MEYAKINI, dan ber- IKRAR mengucapkan dua kalimah syahadat, namun dia TIDAK TUNDUK pada salah satu hukum dari hukum- hukum syar’I yang telah dhohir/ jelas (seperti Sholat, Zakat, Puasa, Haji), setelah ditegakkannya hujjah, dan ia membangkang, maka berarti ia (bagaikan) Iblis dari sekian banyak Iblis, dan ia termasuk golongan orang- orang kafir” (Ri’ayatul Himmah I/ halaman 2).Melalui pernyataan ini K.H.A.Rifa’I MENEGASKAN konsekwensi para pembangkang hukum Syar’I, suatu konsekwensi yang tidak main- main.
Sebagaimana Iblis percaya adanya Allah, Iblis percaya adanya malaikat, Iblis percaya adanya sorga dan neraka, tapi Iblis MEMBANGKANG pada salah satu perintah Allah, maka ia dilaknat oleh Allah.
Maka melalui pernyataannya ini K.H. A. Rifa’I menggiring orang- orang yang sudah bersyahadat agar ia membuktikan kebenaran IKRAR nya dengan tunduk pada SEMUA HUKUM ALLAH, termasuk didalamnya untuk melakukan SHOLAT, ZAKAT, PUASA ROMADHON dan HAJI, serta hukum- hukum Syar’I lainnya, atau jika tidak, konsekwensi mereka dianggap TIDAK TASLIM/ tidak patuh dan termasuk golongan para pembangkang (ABAA) sebagaimana perilaku Iblis.
Dengan keyakinan ini maka K.H.A. Rifa’I sanggup membentuk para santrinya menjadi orang- orang yang sangat INTENS menjalankan syari’at Muhammad SAW.
Namun demikian, agar para santri tidak terjebak kedalam keyakinan Khowarij yang mengkafirkan semua pelaku dosa besar, beliau menyatakan dalam kitabnya berjudul Syarikhul Iman halaman 19- 20 demikian:
ﻭﺍﻋﻟﻡ ﺃﻦ ﺍﻟﻌﺑﺪ ﺑﺘﺮﻚ ﺍﻟﻔﺮﺾ ﺍﻟﺬﻱ ﻟﻴﺲ ﻤﻦ ﺷﺭﻁ ﺍﻹﻴﻤﺎﻦ ﻭﺑﺎﺭﺘﻜﺎﺐ ﺍﻟﻤﻌﺼﻴﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﻠﻴﺴﺖ ﻤﻦ ﻨﻭﺍﻗﺾ ﺍﻹﻴﻤﺎﻦ ﯿﻌﺼﻲ ﻭﻻ ﻴﺧﺭﺝ ﻋﻦ ﺃﺼﻞ ﺍﻹﻴﻤﺎﻦ ﺇﻻ ﺇﺬﺍ ﻜﺎﻦ ﺬﺮﺓ ﻤﻦ ﻋﻧﺎﺪ ﻮﺍﺴﺘﻜﺑﺎﺮ ﺑﺤﻜﻡ ﺍﻟﻟﻪ ﻮﺑﺤﻜﻡ ﺮﺴﻮﻞ ﺍﻟﻟﻪ ﺻﻟﻰ ﺍﻟﻟﻪ ﻋﻟﻴﻪ ﻮﺴﻟﻡ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺎﻞ ﻔﻲ ﺠﻮﺍﺐ ﺠﺑﺮﻴﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻠﺴﻼﻡ ﻔﺤﻴﻧﺌﺬ ﻴﻛﻔﺮ . ﺇﻧﺘﻬﻰ
“ Ketahuilah, bahwa sesungguhnya seorang hamba dengan meninggalkan kewajiban syar’I yang bukan bagian dari syarat sah iman, dan dengan melakukan maksiyat yang bukan dari bagian yang dapat membatalkan iman, maka IA BERDOSA dan IA TIDAK KELUAR DARI POKOK KEIMANAN. Kecuali kalau (dalam hatinya) ada sezarah KEBENCIAN dan KESOMBONGAN terhadap hukum- hukum Allah dan hukum- hukum Rasulullah yaitu yang merupakan jawaban Rasulullah SAW atas pertanyaan Jibril AS (tentang Iman, Islam dan Ihsan), maka saat demikian itu jatuhlah dia pada kekufuran”.Kontroversi yang ada hanyalah pada ranah matan, tidak masuk ketingkat ranah syarah
Menilik beberapa pernyataan diatas, maka menjadi terang bagi kita bahwa pernyataan K.H.A. Rifa’I yang dianggap kontroversi itu, secara amaliyah dan praktek, tidak ada yang berbeda dengan main stream keyakinan Ahlus Sunnah lainnya. Perbedaan yang ada hanyalah perbedaan LAFDHI bukan perbedaan MAKNAWI, perbedaan yang terjadi hanya pada tingkat bahasa MATAN, namun sama dalam bahasa SYARAH, yaitu bila sebagian besar ulama’ menggunakan kalimat ARKAAN Al- Islam yang merupakan tafsir dari hadist Nabi:”Buniyal Islam”, Imam Ghozali menggunakan kalimat BINAA’UL ISLAM sedang K.H.A. Rifa’I menggunakan kalimat A’MAALUL Islam (Amaliyah- amaliyah Islam), kandungannya sama saja yakni jika seseorang sudah mengucapkan dua kalimah Syahadat, maka mereka harus Sholat, Zakat, Puasa dan Haji. Itu intinya. Pada penggunaan lafadh Arkaan, Binaa’ dan A’mal itulah yang dengan tidak cerdas sering diperdebatkan dan kadang- kadang muncul sebagai masalah- masalah yang mengganjal.
Masalahnya, TRADISI PENELITIAN kita relative masih baru sehingga belum memunculkan para scholar yang mengadakan penelitian secara ALL OUT dan tuntas, sehingga kesimpulan mereka sering tidak menyentuh kepada bagian intinya, dan justru hal inilah yang dapat menimbulkan Missunderstood.
UJI MATERI KESAMAAN AQIDAH
Untuk lebih meyakinkan, kita akan coba lakukan uji materi berdasarkan analysis tulisan- tulisan K.H.A. Rifa’I dibanding main stream Aqidah Ahlus Sunnah lainnya. Untuk itu kita coba lemparkan beberapa pertanyaan kunci Bila jawabannya sama antara tulisan K.H.A. Rifa’I dengan tulisan para Ulama Sunny lainnya, maka berarti Aqidah mereka sama tepat.Pertanyaan itu meliputi beberapa hal kunci Aqidah Ahlus Sunnah yang penting- penting (anda bisa usulkan jenis pertanyaan Aqidah lainnya). Pada jawaban ya atau tidak dari K.H.A.Rifa’i, akan disertakan rujukan tulisan beliau.
Methode ini penulis tawarkan agar kita tidak terjebak pada Mubahatsah dan Mujadalah masalah perbedaan Ta’rif yang tak akan menyelesaikan masalah.
Pertanyaan :
Apakah seseorang yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat telah dianggap masuk kedalam Islam?
Jawaban Ulama Sunny lainnya : YA (Mawahibus Shomad fi halli alfadhi matni Zubad, I’anah Juz 4 bab Riddah, dll).
Jawaban Syaikh Ahmad Rifa’i : YA (Syarikhul Iman Hal.2)
Apakah seseorang yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat tapi hatinya tidak yakin dianggap sebagai golongan munafik?
Jawaban Ulama Sunny lainnya : YA
Jawaban Syaikh Ahmad Rifa’i : YA (Ri’ayatul Himmah. Halaman I/2)
Apakah seseorang yang sudah mengucapkan dua kalimah syahadat namun tidak mau sholat, zakat, puasa atau haji dianggap melakukan DOSA BESAR?
Jawaban Ulama Sunny lainnya : YA
Jawaban Syaikh Ahmad Rifa’i : YA (Ri’ayah II Bab Dosa besar)
Apakah seseorang yang meninggalkan Sholat, Zakat, Puasa atau Haji atau dosa lainnya karena MALAS dianggap kafir?
Jawaban Ulama Sunny lainnya : TIDAK
Jawaban Syaikh Ahmad Rifa’i : TIDAK (Syarikhul Iman hal.19-20)
Apakah seseorang yang meninggalkan Sholat, Zakat, Puasa atau Haji karena MEMBANGKANG telah dianggap kafir?
Jawaban Ulama Sunny lainnya : YA
Jawaban Syaikh Ahmad Rifa’i : YA
Apakah seseorang yang melakukan dosa kecil bisa diampuni dengan melakukan Amal Sholeh?
Jawaban Ulama Sunny lainnya : YA
Jawaban Syaikh Ahmad Rifa’i : YA
Apakah seseorang yang melakukan DOSA BESAR dianggap telah kafir?
Jawaban Ulama Sunny lainnya : TIDAK
Jawaban Syaikh Ahmad Rifa’i : TIDAK ( Ri’ayatul Himmah II Bab Dosa Besar)
Apakah seorang yang melakukan dosa besar akan masuk ke sorga setelah di Hisab?
Jawaban Ulama Sunny lainnya : YA
Jawaban Syaikh Ahmad Rifa’i : YA (Takhyiroh, dll)
Methode Dakwah?
Menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kita mengapa K.H.A.Rifa’i menggunakan kalimat yang pada akar rumput dapat menimbulkan kontroversi seperti tersebut diatas?
Penulis berpendapat bahwa:
- K.H.A. Rifa’I mencoba dengan ijtihad beliau menghilangkan kerancuan TA’RIF RUKUN. Karena definisi RUKUN adalah: bagian dari suatu ibadah.
(ﻭﻋﺑﺎﺮﺘﻪ ﺍﻦ ﺍﻟﺸﺭﻄ ﻟﻴﺱ ﺠﺰﺀﺍ ﻤﻨﻬﺎ ﻮﺍﻟﺭﻛﻦ ﺠﺰﺀ ﻤﻨﻬﺎ ﺍﻟﺑﺎﺠﻮﺭ. ﺝ .١. ﺺ١٣٧ )
Sebagaimana sholat, SUJUD adalah termasuk rukun sholat. Tanpa sujud, sholatnya dianggap TIDAK SAH.Bila Sholat, Zakat, Puasa, Haji adalah RUKUN, maka konsekwensinya tanpa haji, tanpa puasa, menjadi BATAL ISLAMNNYA.
- Melihat kondisi umat Islam pada abad ke 17 yang secara umumnya dominant abangan yang tidak mengenal syari’at Islam dengan benar sesuai pernyataan C. Poensen, bahwa umat Islam saat itu tidak mengenal Islam kecuali hanya tentang khitan, puasa dan larangan makan daging babi (Brieven Over Der Islam Uit De Binnen Landen Van Java, Leiden Brill 1886.
Semoga tulisan ini dapat menghapus segala kontroversi yang ada dan umat Islam dapat menjaga ukhuwahnya. Amiin.
Silahkan berkomentar
Gunakan sopan santun sebagai tanda orang yang berakhlaq baik