Ratusan keranda ini berisi korban pembantaian Srebrenica oleh milisi Serbia pada 11-13 Juli 1995 yang baru saja ditemukan. (c) Dado Ruvic/Reuters |
Kota Srebrenica, timur Bosnia-Herzegovina, kini menjadi wilayah Republik Serbia, sesuai hasil kesepakatan damai Dayton 1995 lalu. Meski demikian, masih banyak umat muslim tinggal di sana dan mengingat trauma pembantaian sistematis yang dilakukan milisi Serbia.
Tragedi pembantaian muslim Srebrenica 11-13 Juli 1995 adalah salah satu episode terburuk perang Bosnia-Serbia. Ribuan warga sipil tewas, lebih dari 500 anak-anak. Perempuan tidak sedikit menjadi korban pemerkosaan.
Kemarin, warga kota itu memperingati 17 tahun peristiwa keji ini dengan mendatangi monumen Potocari di pinggir kota. Bersamaan dengan itu warga juga berupaya mengidentifikasi 520 jasad baru yang ditemukan Komisi Hak Asasi Independen, seperti dilaporkan stasiun televisi Aljazeera, Rabu (11/7).
Salah korban selamat, Fatima Dautbasic-Klempic, masih mengingat betapa kota itu seperti neraka bagi umat muslim. "Milisi (Serbia) setiap hari menghujani kami dengan bom atau granat. Saat hari pembantaian, saya mengikuti rombongan pengungsi menembus hutan. Di rimbunnya pohon pun bahaya masih menanti karena tentara Serbia membikin banyak jebakan," kata perempuan berprofesi dokter ini.
Sayangnya, peristiwa belasan tahun lalu ini masih memisahkan warga yang berbeda agama. Kelompok minoritas Serb yang beragama Kristen Ortodok kerap melakukan provokasi. Sebelum perayaan kemarin sempat muncul ketegangan karena salah satu gereja hendak menggelar konser di hari peringatan 17 tahun pembantaian muslim Srebrenica.
Kurikulum warga muslim dan kristen di sekolah pun beda-beda. Di sekolah Islam, tanggal 11 Juli disebut hari kelam lantaran pembantaian ayah, ibu, kakek, nenek para bocah itu terjadi. Sebaliknya, di sekolah etnis Serb, tahun 1995 disebut hari pembebasan Srebrenica dari tirani mayoritas muslim.
Soal pemilihan walikota dan anggota perlemen lokal juga menimbulkan friksi. Banyak etnis Bosniaks tidak tercantum dalam daftar pemilih pada pemungutan suara empat tahun lalu. Pemerintahan memang dipegang oleh etnis Serb, lantaran status kota itu yang masuk wilayah Serbia.
Bagi Rabbi Arthur Schneier yang melalui organisasi dialog antar agama telah membantu dua belah pihak agar berdamai, masalah utama tidak terletak pada agama, melainkan nasionalisme. "Kunci utama perdamaian dua pihak adalah keinginan saling menghormati tanpa sekat sektarian," ujar dia.
Data resmi PBB melansir data korban tragedi Srebrenica mencapai 8.373 orang tewas atau hilang, lebih dari 500 adalah anak-anak. Hingga sekarang, baru 5.137 sudah ditemukan kuburan massalnya.
Kekecewaan para janda Srebrenica making bertambah lantaran aktor utama yang memerintahkan tindakan keji itu belum terungkap sampai sekarang. Sejak 2001, hanya perwira menengah Serbia saja yang sudah mendapat hukuman.
Silahkan berkomentar
Gunakan sopan santun sebagai tanda orang yang berakhlaq baik