Akhir-akhir ini, umat Islam Indonesia  sudah terjebak pada sikap ashobiyyah ( fanatic buta ) terhadap sukunya,  rasnya, organisasi politiknya, bahkan tanah airnya. Masing-masing mereka  tidak hanya suka membanggakan kelompok sendiri, tapi juga merendahkan  kelompok lain. Sedemikian fanatiknya masing-masing mereka terhadap  kelompok sendiri, seolah-olah mereka punya ‘akidah’: Kelompok sendiri selalu benar dan harus dibela mati-matian sampai mati. Inilah yang disebut ‘Ashabiyah. Terjadinya banyak peperangan dan pertumpahan darah di antara mereka, umumnya diakibatkan oleh ‘ashabiyah atau fanatisme kelompok ini.
Pengertian ‘ashabiyyah itu sendiri. ‘Ashabiyah adalah sifat yang diambil dari kata ‘ashabah. Dalam bahasa Arab, ‘ashabah berarti kerabat dari pihak bapak. Menurut Ibn Manzhur, ‘ashabiyyah adalah  ajakan seseorang untuk membela keluarga, tidak peduli keluarganya zalim  maupun tidak, dari siapapun yang menyerang mereka. Menurutnya,  penggunaan kata ‘ashabiyyah dalam hadis identik dengan orang yang menolong kaumnya, sementara mereka zalim (Ibn Mandzur, Lisan al-‘Arab,I/606 ). Pandangan ini sama dengan pandangan al-Minawi ketika menjelaskan maksud hadis:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّة وليس منا من قاتل علي عصبية وليس منا من مات علي عصبية
Bukan termasuk umatku siapa saja yang menyeru orang pada ‘ashabiyah,  bukan dari golongan kami orang yang berperang karena ashabiyyah, dan  bukan dari golongan kami orang yang mati karena ashabiyyah (HR Abu Dawud).
Beliau menyatakan, “Maksudnya, siapa yang mengajak orang untuk berkumpul atas dasar ‘ashabiyah,  yaitu bahu-membahu untuk menolong orang yang zalim.” Sementara al-Qari  menyatakan, “Bahu-membahu untuk menolong orang karena hawa nafsu.”(  Muhammad Syamsu al-Haq, ‘Aun al-Ma’bud, XIV/17.)
Dalam hadis lain, larangan berperang di bawah bendera ‘Ummiyyah atau Immiyyah, menurut as-Sindi, adalah bentuk kinâyah, yaitu larangan berperang membela jamaah (kelompok) yang dihimpun dengan dasar yang tidak jelas (majhûl), yang tidak diketahui apakah haq atau batil. Karena itu, orang yang berperang karena faktor ta’âshub itu, menurutnya, adalah orang yang berperang bukan demi memenangkan agama, atau menjunjung tinggi kalimah Allah (As-Sindi, Hasyiyah as-Sindi ‘ala Ibn Majah, VII/318)
Dengan demikian, jelas bahwa makna ‘ashabiyyah di  sini bersifat spesifik, yaitu ajakan untuk membela orang atau kelompok,  tanpa melihat apakah orang atau kelompok tersebut benar atau salah;  juga bukan untuk membela Islam, atau menjunjung tinggi kalimat Allah,  melainkan karena dorongan marah dan hawa nafsu.
Islam tidak mengakui setiap loyalitas  kepada selain akidahnya, tidak mengakui persyerikatan kecuali ukhuwah  Islamiyyah dan tidak mengakui cirri khas yang membedakan manusia kecuali  iman dan kekafiran. Oleh karena itu, orang yang memusuhi Islam adalah  musuh orang Islam, meskipun dia adalah tetangga, family, bahkan saudara  seibu sekalipun, Allah berfirman :
 kamu tak akan mendapati kaum yang  beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan  orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang  itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga  mereka. ( Al-Mujaadilah:22)
dan juga dalam Surat Taubat Allah menegaskan :
Hai orang-orang beriman, janganlah  kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika  mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan( At-Taubah:23).
Islam tidak pernah menilai kemuliaan  seseorang berdasarkan keturunan, ras, suku maupun bangsanya. Islam hanya  mengukur kemuliaan seseorang berdasrkan ketaqwaan semata. Dalam hal ini  Nabi bersabda  :
انظر فإنك لست بخير من أحمر ولا أسود إلا أن تفضله بتقوي الله
Perhatikanlah sesungguhnya kamu  tidak lebih baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam,  kecuali jika kamu dapat mengunggulinya dengan ketakwaan kepada Alloh  (HR. Ahmad )
Tanpa Ketakwaan kepada Allah, keturunan  tidak berarti sama sekali dihadapan Allah Swt, sampai dzuriyyahnya Nabi  sekalipun jika mereka tidak bertakwa kepada Allah, maka mereka tidak  akan mendapat kemuliaan sedikitpun dimata Allah Swt.




Silahkan berkomentar
Gunakan sopan santun sebagai tanda orang yang berakhlaq baik