Seringkali seseorang ketika tertimpa kemalangan dia akan mengumpat dengan kata sialan. Tersandung batupun sering terlontar kata sialan. Melihat fenomena ini, penulis tertarik untuk menelaah hokum sialan dalam perspektif Islam.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata sialan berarti 1 orang yg sial; 2 (yg) mendatangkan sial; 3 kas untuk memaki. Penulis sengaja merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia supaya mendapatkan informasi utuh tentang pengertian sialan yang lazim diucapkan oleh masyarakat Indonensia.
Kalau kita lihat makna dari kata sialan di atas, maka makna pertama dan kedua berpotensi besar dapat merusak akidah, sementara makna ketiga bisa menyebabkan dosa besar. Sialan menurut term pertama dan kedua, sama dengan Tathoyyur . DR Yusuf Qaradhawiy dalam Halal Wal Haram Fil Islam mendefinisikan Tathoyyur dengan,
والتطير أو التشاؤم ببعض الأشياء، من أمكنة وأزمنة وأشخاص
Tathoyyur sering didefinisikan dengan merasa sial karena sesuatu seperti karena tempat, masa (hari naas/ apes), karena orang (yang dianggap membawa sial) dan lain-lainnya.[2]
Fir’aun dan kaumnya ketika tertimpa suatu hal yang burukpun berkata:
يطيروا بموسي ومن معه (الاعراف:131)
“mereka menganggap kesialannya itu karena Musa dan orang-orang yang bersamanya” (Al-A’raf:131).
Dalam ayat lain Kaum Nabi Shalih pernah berkata kepada beliau,
قالوااطيرنا بك وبمن معك
Kami merasa sial karena kamu dan orang-orang yang bersamamu ( An-Naml: 47)
Ayat diatas menegaskan bahwa merasa sial karena seseorang adalah tradisi kaum Jahiliyyah dan kaum kafir, Islam datang untuk membatalkannya dan mengembalikan ke jalan yang benar. Kaum terdahulu selalu menganggap kesialan yang menimpa dirinya adalah dikarenakan dengan seseorang. Bandingkan dengan ucapan orang zaman sekarang, bila ia tertimpa suatu kemalangan maka dia akan merasa sial dengan sesuatu, seperti jika ia memiliki anak yang nakal yang selalu membuat susah orang tuanya, maka ia akan berucap” Anak sialan”. Ucapan ini mengandung dua kemungkinan makna, yang pertama berarti Anak pembawa sial, yang kedua berarti umpatan kepada anak tersebut. Jika makna pertama yang menjadi keyakinan dalam hatinya maka itu termasuk kategori menyekutukan Alloh, namun jika makna kedua yang dimaksud maka jatuh pada perbuatan dosa.
Nabi bersabda :
“العيافة والطيرة والطرق من الجبت“
(Iyafah/membuat garis-garis ditanah untuk meramal, Thiyaroh/merasa sial karena sesuatu dan melempar kerikil untuk perdukunan adalah termasuk menyembah kepada selain Allah).
Tathoyyur adalah perkara yang dilakukan tanpa didasarkan pada ilmu pengetahuan atau realita yang benar. Artinya seseorang yang berakal sehat tidak akan percaya bahwa kesialan itu datang dikarenakan seseorang atau karena tempat.
Jika pada naluri manusia ada kelemahan, sehingga menimbulkan pada dirinya perasaan sial terhadap sesuatu karena sebab-sebab tertentu, maka ia tidak boleh menyerah pada kelemahan tersebut, berkaitan dengan ini Rasulullah bersabda :
ثلاثة لا يسلم منهن أحد: الظن، والطيرة، والحسد، فإذا ظننت فلا تحقق، وإذا تطيرت فلا ترجع، وإذا حسدت فلا تبغ
Ada tiga perkara yang tidak akan selamat seorangpun darinya yaitu prasangka, tathoyyur dan hasud. Oleh karena itu jika timbul prasangka maka janganlah kamu merealisasikannya, apabila timbul perasaan sial maka janganlah kamu kembali, dan jika timbul rasa hasud maka janganlah kamu lanjutkan.( HR. Thabraniy).
Ketiga hal tersebut tidak menjadikan seseorang berdosa sama sekali sebab ia hanyalah berupa persaan khawatir dan lintasan pikiran semata yang tidak ada bekasnya sama sekali. Oleh sebab itu cara jitu untuk menghapus rasa tathoyyur dalam hati kita adalah dengan cara meningkatkan Iman kita kepada Allah.
Wallohu a’lam
[1] Disampaikan pada pengajian Tauhid di Kampus STIAMI 7 Desember 2011
[2] Yusuf Qaradhawiy, Halal dan Haram, Juz 1, hal 300
No comments:
Post a Comment