Pages

Tuesday, February 26, 2013

Mengenang Tiga Insiden (RADIKALISME SEKTE WAHABIYAH)

Mengenang Tiga Insiden


fakta wahabi

Islamic Defenders - Di antara dampak negatif dari belajar aqidah Wahabiyah adalah kisah nyata seorang pemuda dari Habasyah yang pergi ke Hijaz dan kemudian mukim di Madinah. Ia masuk perguruan tinggi mereka yang bernama Universitas Islam. Dia mukim selama 5 tahun, hingga kemudian belajar aqidah mereka di antaranya bahwa orang yang mengatakan “Ya Muhammad” adalah kafir dan bahwa orang yang pergi ke pekuburan para masyayikh untuk bertabarruk adalah kafir. Kemudian pemuda ini kembali ke negaranya dan dia mengatakan ke penduduk kampungnya kalian adalah orang-orang kafir. Ia juga mengatakan hal serupa kepada ayahnya “kamu kafir”. Kemudian sang ayah tidak tahan mendengarnya, segera ia mengambil senapan dan membunuhnya kemudian menyerahkan diri pada pemerintah.

Mirip dengan kejadian di atas apa yang terjadi di Togo Afrika, seorang laki-laki dulunya sangat perhatian terhadap peringatan maulid Nabi, kemudian anaknya pergi ke Saudi Arabia dan belajar aqidah Wahabiyah kemudian pulang ke negaranya, dan berkata kepada bapaknya “kamu kafir”. Kemudian ayahnya membunuhnya.

Di Jimmah, Habasyah juga terjadi sebuah insiden, seorang laki-laki yang juga memiliki perhatian yang besar terhadap Maulid Nabi. Kemudian anaknya belajar aqidah Wahabiyah, sehingga ia menjadi berani berkata kepada ayahnya kamu kafir. Kemudian pada hari di mana sang ayah mempersiapkan makanan untuk diberikan kepada masyarakat dalam acara Maulid, maka sang anak datang dan menyiram minyak tanah pada makanan tersebut, sebab menurutnya ini adalah kemungkaran. Pada saat itu sang ayah sedang berada di luar rumah. Dan ketika sang ayah pulang, orang-orang yang hadir berkata: “Anakmu telah melakukan ini dan itu”, sehingga sang ayah marah dan membunuhnya dan kemudian menyerahkan diri pada pemerintah.

Tiga kejadian ini, dua insiden yang pertama terjadi kurang lebih 2 tahun yang lalu dan yang ketiga terjadi 7 tahun yang lalu. Pada kejadian yang kedua dan ketiga pemerintah tidak menghukum sang ayah. Sang ayah mengatakan Anakku ini hukumnya kafir dalam syari’at kita karena dia telah mengkafirkan umat Islam kemudian mereka membebaskan sang ayah tersebut dan tidak menghukumnya. Sedangkan insiden yang pertama kami tidak tahu apa yang terjadi pada sang ayah.

Seorang ulama Yordania dari keluarga Sa’duddin memberikan informasi kepada kami bahwa ada seseorang yang sudah sangat tua berkebangsaan Yordania memberitahukan bahwa ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kelompok Wahabiyah ketika menyerang Yordania bagian selatan. Seorang Wahabi berkata pada orang Wahabi lainnya tentang seorang muslim Yordania bunuhlah orang kafir itu. Kemudian orang Wahabi ketika menyembelih seorang muslim Yordania tersebut mengatakan Bismillah Allahu Akbar, kemudian membunuhnya.

Syekh Dzib berkebangsaan Suria yang dahulu pernah hidup di Yordania menginformasikan bahwa beliau pernah berdebat dengan seorang syekh Wahabi di Makkah. Beliau mengatakan kepadanya kalian telah mengharamkan subhah (tasbih), lalu kenapa kalian menjualnya pada musim haji kepada orang lain. Wahabi itu kemudian menjawab kami menjualnya kepada selain orang Islam, yakni seluruh orang yang melaksanakan haji yang mengambil subhah ini adalah kafir bukan muslim.

Salah seorang imam Wahabi dalam salah satu mesjid di Makkah bagian selatan pada tahun 2002 pada musim haji berkata kepada seorang laki-laki  dari keluarga Baidhun dari Bairut: “Kalian orang-orang Asyairah adalah orang-orang kafir, apa yang dilakukan oleh kaum Yahudi kepada kalian adalah sebagian yang berhak kalian dapatkan”.

Seorang dokter berkebangsaan Yordania dari keluarga Hawamidah menceritakan bahwa ketika ia berada di Mesjid Rasulullah pada tahun 1996, ia mendengar Abu Bakar al Jazairi seorang Wahabi mengatakan: “Demi Allah tidak akan lurus agama umat ini, sampai mereka menghilangkan berhala ini dari sini. Seraya menunjuk pada makam Rasul, dan dia mengatakan: “Berhala Qubbah Khadra’ (kubah hijau Nabi)”.

Setelah kami paparkan kepada para pembaca dan pemerhati yang bijak dan bisa menilai secara obyektif ungkapan-ungkapan dan teks-teks Wahabiyah yang keluar dari pemimpin dan pendiri pergerakan mereka Muhammad ibn Abdul Wahhab, dan para masyayikh mereka yang datang setelahnya sampai pada masa sekarang ini berupa pengkafiran dan penyesatan terhadap umat Islam baik dari generasi sahabat, tabi’in dan bahkan sampai pengkafiran terhadap sayyidah Hawa, ulama salaf, khalaf, Asyairah, Maturidiyah, para pendiri madzhab empat yang mu’tabarah (madzhab Hanafi, Malik, Syafi’i dan Ahmad), kaum sufi yang berpegang teguh pada syari’at dan setiap individu umat Islam, semua ini membuktikan dan meyakinkan kepada pembaca yang budiman bahwa Wahabiyah menganggap tidak ada seorang muslimpun di muka bumi ini kecuali hanya jama’ah mereka dan keturunan mereka saja. Mereka mengajak para pengikutnya untuk membunuh dan memerangi Ahlussunnah Wal Jama’ah sebelum memerangi Majusi dan pemeluk agama kufur lainnya. Bahkan mereka mengatakan dengan penuh kesombongan dan kebodohannya sebagaimana disebutkan oleh seorang Wahabi bernama Muhammad Ahmad Basyamil: “Abu Jahal dan Abu Lahab lebih bertauhid dan lebih murni imannya kepada Allah dari pada umat Islam yang mengatakan La Ilaaha Illallah karena mereka bertawasul dengan para wali yang shalih”.[1]

Kitab kecil ini dibagikan kepada jama’ah haji secara cuma-cuma, diterbitkan oleh yayasan mereka yang bernama ad-Da’wah wa al Irsyad yang berada di Riyadh. Ini membuktikan dan meyakinkan kepada kita semua bahwa Wahabiyah datang dengan membawa agama baru yang mendustakan Allah. Karena Allah ta’ala berfirman:

Maknanya:  “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” (QS. Al Imran: 110)

Wahabiyah mengatakan bahwa pengikut madzhab empat adalah orang-orang kafir. Padahal umat Islam pada masa sekarang ini mayoritas menganut madzhab empat. Jelas, merekalah sebenarnya yang kafir, sebab mereka telah mengkafirkan satu setengah milyar umat Islam dan bahkan lebih dari itu. Al Hafidz al Suyuti,[2] al Subki, an Nawawi, al Qadhi Iyadh[3] dan Ibn Hajar mengatakan:

من قال قولا يتوصل به لتضليل أمة محمد فهو كافر

“Barangsiapa yang mengatakan perkataan yang berdampak pada penyesatan umat Muhammad maka dialah yang kafir”.”[4]

Dengan demikian mengkafirkan Wahabiyah yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya dan yang meyakini bahwa Allah jisim (benda) yang duduk di atas Arsy, dan yang telah mengkafirkan umat Islam hanya karena bertawassul dengan nabi dan para wali hukumnya adalah wajib bagi kita sekarang ini.

Kita bisa mengatakan kepada orang yang tidak sependapat dengan hal ini (pengkafiran terhadap Wahabi): “Kita mengkafirkan mereka adalah benar, karena mereka mengkafirkan kita tanpa hak dan meskipun mereka mengatakan Laa Ilaaha Illallah  akan tetapi mereka telah mengkafirkan satu setengah milyar umat Islam yang mengatakan Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah.  Mereka telah menyalahi makna dua kalimat syahadat dan juga mengkafirkan mayoritas umat Islam, karenanya janganlah kalian membantah hal ini, kita mengkafirkan mereka dengan hak.

Berikut kami kutipkan teks-teks pernyataan para ulama madzhab dan ulama-ulama lainnya tentang kekufuran kelompok Mujassimah Musyabbihah semisal  Wahabiyah dan lainnya.

Khalifah al Rasyid Abu Bakar al Shiddiq [5] –semoga Allah meridhainya- mengatakan:

وَالْبَحْثُ عَنْ ذَاتِهِ كُفْرٌ وَإِشْرَاكُ

“Mencari-cari tahu tentang dzat Allah adalah kekufuran dan kesyirikan”.

Maka orang yang berusaha untuk menggambarkan dengan akalnya tentang Allah maka ia telah kafir. Dia tidak akan dapat menggambarkan Allah karena Allah bukanlah sesuatu yang bisa digambarkan. Tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya, maka kelompok Wahabi yang mengatakan tentang Allah bahwasanya Dia duduk, berupa benda, naik, turun dengan gerakan, diam, memiliki anggota badan dan berpindah adalah pendustaan terhadap firman Allah ‘azza wa jalla

Maknanya: Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah dari satu segi maupun semua segi (QS. Al Syura: 11)

Perkataan mereka ini kufur menurut seluruh umat Islam.

Khalifah Rasyid al Imam Ali ibn Abi Thalib [6] –semoga Allah meridhainya- mengatakan:

مَنْ زَعَمَ أَنَّ إِلـهَنَا مَحْدُوْدٌ فَقَدْ جَهِلَ الخَالِقَ المَعْبُوْدَ

Maknanya: “Barangsiapa yang menyangka bahwa Tuhan kita memiliki bentuk maka ia bodoh terhadap pencipta yang berhak disembah.” Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim.

Maksud perkataan beliau adalah barangsiapa yang meyakini atau mengatakan bahwa Allah ta’ala duduk atau ia memiliki ukuran kecil ataupun besar maka ia tidak mengetahui Allah yakni kafir terhadap-Nya.

Imam Ja’far al Shadiq [7]  -semoga Allah meridhainya- mengatakan:

مَنْ قاَلَ إِنَّ اللهَ عَلَى شَيْءٍ فَقَدْ أَشْرَكَ

Maknanya: “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Allah berada di atas sesuatu maka ia telah musyrik.”

Kelompok Wahabi mengatakan bahwa Allah dengan dzatNya berada di atas ‘Arsy, dan karenanya mereka kafir.

Imam Syafi’i –semoga Allah meridhainya- mengatakan:

المُجَسِّمُ كَافِرٌ

Maknanya: “Mujassim (orang yang meyakini Allah berupa jisim) adalah kafir.”

Golongan Wahabi adalah mujassim, imam Syafi’i mengkafirkan mereka.

Ibn al Mu’allim al Qurasyi[8] mengutip dalam kitab Najm al Muhtadi dari kitab Kifayatu al Nabih fi Syarh at-Tanbih, perkataan: “Dan ini bagi orang yang kekufurannya telah disepakati, mereka yang mengatakan bahwa al Qur’an itu makhluk dan Allah tidak mengetahui sesuatu sebelum adanya serta yang tidak beriman dengan Qadar. Demikian juga orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘Arsy sebagaimana diriwayatkan oleh al Qadhi Husain tentang masalah ini dari al Syafi’i –semoga Allah meridhainya”

Imam Abu Hanifah [9] –semoga Allah meridhainya- mengatakan dalam kitab al Washiyyah:

مَنْ قَالَ بِحُدُوْثِ صِفَةٍ مِنْ صِفَاتِ اللهِ أَوْ شَكَّ أَوْ تَوَقَّفَ كَفَرَ

Maknanya: “Barangsiapa yang mengatakan dengan barunya sifat dari sifat-sifat Allah atau ragu-ragu atau tawaqquf (tidak bersikap) maka ia kafir” .

Wahabi mengatakan bahwa Allah itu baharu layaknya makhluk karena mereka meyakini Allah seperti makhlukNya dengan penisbatan sifat duduk kepada Allah yang merupakan sifat manusia, jin, malaikat dan binatang.

Imam Malik [10] –semoga Allah meridhainya-  dalam pernyataan yang diceritakan oleh al Hafidz al Mujtahid Abu Bakar ibn al Mundzir:

أَرَى فِي أَهْلِ الأَهْوَاءِ أَنْ يُعْرَضُوْا عَلَى السَّيْفِ فَإِنْ رَجَعُوْا وَإِلاَّ ضُرِبَتْ أَعْنَاقُهُمْ

“Pendapat saya tentang ahl al Ahwa’ adalah diancam dengan pedang sampai mereka kembali dan apabila tidak maka dipenggal lehernya (dibunuh)”.

Ahl al Ahwa adalah seperti mujassimah, musyabbihah, mu’tazilah dan jahmiyah.

Imam Ahmad [11] –semoga Allah meridhainya- mengatakan:

مَنْ قَالَ اللهُ جِسْمٌ لاَ كَالأَجْسَامِ كَفَرَ

Maknanya: “Barang siapa yang mengatakan bahwa Allah itu jisim yang tidak seperti jisim-jisim maka ia telah kafir”.

Diriwayatkan dari imam Ahmad oleh Abu Muhammad al Baghdadi pengarang kitab al Khishal dari madzhab Hanbali sebagaimana juga ia meriwayatkannya dari Abu Muhammad al Hafidz al Faqih az-Zarkasyi[12] dalam kitabnya Tasynif al Masyami’.

Imam Abu al Hasan al Asy’ari –semoga Allah meridhainya- mengatakan:

مَنِ اعْتَقَدَ أَنَّ اللهَ جِسْمٌ فَهُوَ غَيْرُ عَارِفٍ بِرَبِّهِ وَإِنَّهُ كَافِرٌ بِهِ

Maknanya: Barang siapa yang meyakini bahwa Allah adalah jisim maka ia tidak mengenal Tuhannya dan bahwa ia telah kafir pada-Nya.[13]

Imam al Thahawi [14] –semoga Allah meridhainya- mengatakan:

وَمَنْ وَصَفَ اللهَ بِمَعْنًى مِنْ مَعَانِي البَشَرِ فَقَدْ كَفَرَ

Maknanya: Barang siapa yang mensifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir.

Dalam kitab al Fatawa al Hindiyah termasuk kitab yang terkenal di kalangan madzhab Hanafi dikatakan:

وَيَكْفُرُ بِإِثْبَاتِ الْمَكَانِ للهِ

“Dan seseorang menjadi kufur karena menetapkan tempat bagi Allah” [15]
Imam Muhammad ibn Badruddin ibn Balban al Dimasyqi al Hanbali (w. 1083) dalam kitabnya Mukhtashar al Ifadat  mengatakan:

فَمَنِ اعْتَقَدَ أَوْ قَالَ إِنَّ اللهَ بِذَاتِهِ فِي كُلِّ مَكَانٍ أَوْ فِي مَكَانٍ فَكَافِرٌ

“Maka barangsiapa yang meyakini bahwa Allah dengan dzat-Nya berada pada setiap tempat atau pada tempat tertentu maka ia kafir”.[16]

Al Hafidz al Nawawi mengutip dari al Imam Jamaluddin al Mutawalli al Syafi’i yang merupakan Ashhabu al Wujuh [17] mengatakan bahwa seseorang yang mensifati Allah dengan ittishal (menyatu) dan infishal (berpisah) maka ia kafir.[18]

Al Faqih al Hanafi Mulla Ali al Qari [19] dalam kitabnya Syarh al Misykat  mengutip bahwa mayoritas salaf dan khalaf mengatakan bahwa orang yang meyakini arah (pada Allah) adalah kafir. Sebagaimana ditegaskan oleh al ‘Iraqi [20] dan beliau mengatakan bahwa perkataan tersebut adalah perkataan imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, al Asy’ari dan al Baqillani. [21]

Syekh Mahmud Muhammad Khaththab al Subki dalam kitabnya Ithaf al Kainat mengatakan:

وَقَدْ قَالَ جَمْعٌ مِنَ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ إِنَّ مَنِ اعْتَقَدَ أَنَّ اللهَ فِي جِهَةٍ فَهُوَ كَافِرٌ

“Mayoritas ulama salaf dan khalaf telah mengatakan bahwa seseorang yang meyakini bahwa Allah berada pada arah adalah kafir”.[22]

Al Imam al Razi [23] mengatakan:

إِنَّ اعْتِقَادَ أَنَّ اللهَ جَالِسٌ عَلَى الْعَرْشِ أَوْ كَائِنٌ فِي السَّمَاءِ فِيْهِ تَشْبِيْهُ اللهِ بِخَلْقِهِ وَهُوَ كُفْرٌ

“Sesungguhnya keyakinan bahwa Allah duduk di atas Arsy atau berada di langit terdapat penyerupaan Allah dengan makhluknya dan itu merupakan kekufuran.”

Abu Nuaim ibn Hammad guru imam al Bukhari mengatakan: “Barangsiapa yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya maka ia kafir, dan ijma’ umat Islam menegaskan akan hal tersebut.”

Taqiyuddin al Husni al Syafi’i al Dimasyqi[24] dalam kitab Daf’u Syubahi man Syabbaha wa Tamarrad mengatakan setelah mensucikan Allah dari tempat dan sifat makhluk: karena sifat makhluk termasuk sifat baru dan setiap sifat yang baru (makhluk ) maka Allah maha suci darinya dan penetapan sifat baru padaNya adalah kekufuran secara pasti menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Syekh al Kamal ibn al Humam al Hanafi [25] mengatakan: “Barang siapa yang mengatakan bahwa Allah itu jisim (benda) tidak seperti jisim maka ia telah kafir”.[26]

Syekh al Azhar Prof. Salim al Bisyri mengatakan: “Barangsiapa yang meyakini bahwa Allah jisim atau bahwa Dia menempel pada atap yang tinggi dari ‘Arsy dan ini yang dikatakan oleh al Karramiyah dan Yahudi, tidak ada perbedaan pendapat atas kekufuran mereka”.[27]

Karena itu janganlah kalian takut wahai pencari kebenaran untuk mengkafirkan Wahabi mujassim (kelompok yang menjisimkan Allah) musyabbih (kelompok yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Kami telah mengutipkan ijma’ umat Islam atas kekufuran mereka dan keluarnya mereka dari agama Islam, bahkan mengkafirkan mereka adalah sesuatu yang haq dan wajib serta ada pahalanya. Barang siapa yang tidak mengkafirkan mereka padahal ia mengetahui kekufuran mereka maka ia seakan-akan mengatakan bahwasanya boleh bagi orang kafir untuk menikah dengan perempuan muslimah atau boleh bagi kerabatnya yang muslim untuk mewarisinya jika ia mati dan bahwa shalatnya atau menshalatinya atau shalat di belakang dia adalah sah, dan ini merupakan pendustaan terhadap agama Islam dan penghancuran terhadap tatanan hukum Islam, menyia-nyiakan  hak-hak dan di dalamnya terdapat perusakan ibadah shalat umat Islam.

Adalah kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi bahwa mengkafirkan Wahabi yang keadaannya sebagaimana yang telah kita paparkan akan terlihat perbedaan antara orang kafir dan muslim meskipun mereka mengaku muslim dengan lisannya dan ucapan dua kalimah syahadat mereka tidak bermanfaat karena mereka mendustakan makna dua kalimat syahadat tersebut.

Allah A’lam wa Ahkam, Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin


______ Catatan Kaki ______


[1]  Muhammad Basyamil, Kaifa Nafhamu al Tauhid, hal. 16

[2] Al Hafidz as Suyuthi, nama lengkapnya adalah Abu al Fadhl Jalaluddin Abdurrahman ibn Kamaluddin Abi Bakar ibn Muhammad as Suyuthi. Dilahirkan di Kairo bulan Rajab tahun 849 H. Ibunya telah wafat ketika beliau berumur 6 tahun. Karya tulisnya sangat banyak sekitar 600 kitab di antaranya al Itqan fi Ulum al Qur’an, al Asybah wa an-Nadzair fi al Arabiyah, al Asybah wa an-Nadzair fi furu’ asy-Syafi’iyah,  al Alfiyah fi Mushthalah al Hadits, al Alfiyah fi an-Nahwi, Tarikh al Khulafa, Tadribu ar Rawi fi Syarh Taqrib an Nawawi, Tanwir al Hawalik fi Syarh Muwatha al Imam Malik, al Jami’ as Shagir fi al Hadits. Wafat pada malam Jum’at tanggal 16 Jumadil Ula tahun 911 H.

[3] Al Qadhi ‘Iyadh, nama lengkapnya adalah Abu al Fadhl ‘Iyadh ibn Musa ibn ‘Iyadh ibn ‘Amrun ibn Musa ibn ‘Iyadh al Yahshubi. Dilahirkan di Sabtah bulan Sya’ban tahun 496 H. Beliau adalah seorang ulama hadits dan musthalah, tafsir dan ilmu tafsir, ahli fikih dan ushulnya, nahwu, bahasa dan ilmu-ilmu lainnya. Di antara karyanya adalah Ikmalu al Mu’allim fi syarh Shahih Muslim, as Syifa fi Huquq al Mushthafa. Wafat pada bulan Jumadil Akhirah tahun 554 H.

[4] Lihat Qadhi Iyadh dalam as Syifa juz 2 hal. 386

[5] Abu Bakr As Shiddiq, nama lengkapnya adalah Abu Bakr as Shiddiq Abdullah ibn Abu Quhafah Utsman ibn Amir al Qurasyiy, nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada Murrah ibn Ka’ab. Dilahirkan 3 tahun setelah tahun Fiil. Beliau adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan orang dewasa, sahabat nabi yang paling mulia dan paling dermawan. Diangkat menjadi Khalifah Rasulullah setelah wafatnya Rasulullah pada tahun 11 H. Rasulullah berdo’a untuk beliau: “Ya Allah jadikanlah Abu Bakr bersamaku pada derajatku pada hari kiamat”. Wafat pada tahun 13 H saat berumur 63 tahun. Dikuburkan di rumah Aisyah , kepalanya berada di pundak Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-.

[6] Ali ibn Abi Thalib, nama lengkapnya adalah Abul Hasan Ali ibn Abi Thalib ibn Abdul Muththalib ibn Hasyim ibn  Abdi Manaf, anak paman Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- sekaligus menantunya. Beliau adalah Abu as Sibthaini (Hasan dan Husain yang menjadi pemimpin para pemuda penduduk surga). Beliau adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak, sahabat yang paling luas ilmunya, pejuang yang sangat pemberani serta orator yang sangat ulung. Dilahirkan 2 tahun sebelum kenabian dan dididik di rumah Nabi dan diberi gelar Haidarah. Rasulullah bersabda tentang beliau: “Barangsiapa yang mencaci Ali maka seakan-akan ia telah mencaci aku dan barang siapa mencaci maki aku maka seakan-akan ia memcaci maki Allah”. Beliau wafat dengan syahid ketika berumur 60 tahun setelah menjadi Khalifah ke empat selama 4 tahun 9 bulan.

[7] Ja’far as Shadiq, nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Ja’far as Shadiq ibn Muhammad al Baqir ibn Ali ibn al Husain as Sajad ibn al Husain ibn ali ibn Abi Thalib. Lahir di Madinah al Munawarah pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal 80 H. Abu Hanifah salah satu murid beliau mengatakan: "aku tidak melihat orang yang lebih memahami agama selain Ja’far as Shadiq”.  Wafat di Madinah al Munawarah tahun 148 H.

[8] Ibn  al Mu’allim al Qurasyi, nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Muhammad ibn Utsman ibn Umar ibn Abdul Khaliq ibn Hasan al Qurasyi al Mishriy Fakhruddin ibn Muhyiddin yang terkenal dengan Ibn al Mu’allim. Dilahirkan pada bulan Syawal tahun 660 H. Diantara kitab beliau adalah Najm al Muhtadi wa Rajm al Mu’tadi Wafat pada bulan Jumadil Akhirah tahun 725 H di Damaskus.

[9] Abu Hanifah, nama lengkapnya adalah Abu Hanifah an Nu’man ibn Tsabit. Dilahirkan pada tahun 80 H. Beliau adalah seorang mujtahid mutlak yang sangat kuat hujjahnya. Pada masanya, beliau adalah pedang sunnah yang terhunus pada leher kelompok muktazilah. Beliau dikenal dengan ulama ahli kalam sekaligus ahli fikih. Beliau berakidah tanzih (mensucikan Allah dari serupa dengan makhluk). Bahkan beliau memiliki 5 kitab yang ditulis khusus menjelaskan ilmu akidah yaitu: ar-Risalah, al Fiqhu al Akbar, al Fiqhu al Absath, al Washiyah, al Alim wa al Muta’allim. Wafat tahun 150 H, tahun kelahiran imam Syafi’i, sehingga dikatakan: “Seorang bulan telah wafat dan telah lahir bulan yang lain”.

[10] Imam Malik, nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir Anas ibn al Harits ibn Ghaiman al Ashbahi al Madani. Beliau adalah pendiri madzhab Maliki, dilahirkan di Madinah al Munawwarah tahun 95 H. Beliau dikenal dengan imam Dar al Hijrah, ilmunya menyebar ke seluruh penjuru daerah. Beliau telah mengajar sejak umur 17 tahun sehingga sebagian gurunya juga meriwayatkan hadits darinya seperti Muhammad ibn Syihab az Zuhri, Rabi’ah ibn Abi Abdurrahman dan lainnya. Karya beliau yang paling monumental adalah al Muwatha’, kitab hadits yang pertama kali ditulis berdasarkan bab, juga kitab yang pertama kali disusun dalam bidang hadits dan fikih. Kitab tersebut beliau susun selama 40 tahun. As Syafi’i mengatakan: ‘Tidak ada satu kitab di atas bumi ini setelah kitab Allah lebih shahih dari kitab Malik”. Wafat tahun 179 H.

[11] Imam Ahmad, beliau adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad, Abu Abdillah ad Dzahili as Syaibani al Marwazi al Baghdadi. Dilahirkan pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H. Ketika berumur 15 tahun beliau melakuakan rihlah ilmiah ke berbagai tempat seperti Bahsrah dan Hijaz. Sehingga beliau bertemu dengan para ulama seperti al Imam asy-Syafi’i dan Ibn ‘Uyainah, Abdurrazaq Ibn Himam dan lainnya lebih dari 300 ulama. Para ulama yang meriwayatkan hadits dari beliau di antaranya pemimpin para ahli hadits al Imam al Bukhari dan al Imam Muslim, Abu dawud, Tarmidzi dan an-Nasa’i, Yahya ibn Ma’in, Abu Zur’ah, Ibrahim al Harbi, dua putra beliau Abdullah dan Shalih dan lainnya. Sehingga beliau dikenal dengan gurunya para hafidz, sebab hafal satu juta hadits. Wafat di Baghdad pada hari Jum’at tanggal 12 rabi’ul Awwal tahun 241 H. Para pentakziah yang hadir pada hari wafatnya mencapai 800.000 orang laki-laki dan 60 orang perempuan dan 20 ribu orang Yahudi dan Majusi masuk Islam.

[12] Az Zarkasyi, nama lengkapnya adalah Badruddin Abu Abdillah Muhammad ibn Bahadir ibn Abdullah al Mishri az Zarkasyi as Syafi’i. Dilahirkan pada tahun 745 H, belajar pada syekh Jamaluddin al Isnawi dan  Sirajuddin al Bulqini. Beliau adalah seorang ulama ahli fikih, ahli ushul dan ahli sastra. Di antara karyanya adalah Taklimah Syarh al Minhaj li al Isnawi, ar-Raudhah, an-Nukat al Bukhari, al Bahr fi al Ushul, Tasynif al Masami’ Syarh Jam’i al Jawami’ li as-Subki. Wafat di Mesir bulan Rajab tahun 794 H.

[13] Al Asy’ari, al Nawadir.

[14] At Thahawi, nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Salamah al Azdiy at Thahawi Abu Ja’far. Dilahirkan tahun 239 H di Thaha Mesir. Pada awalnya beliau belajar madzhab Syafi’i kemudian berpindah pada madzhab Hanafi. Di antara karyanya adalah Syarh Ma’ani al Aatsar, Risalah Bayan as Sunnah, Ahkam al Qur’an, al Mukhtashar fi al Fiqh dan al Aqidah at Thahawiyah.  Wafat pada tahun 321 H.

[15] Syekh Nidham cs, Al Fatawa al ‘Alamkiriyah atau al Fatawa al Hindiyah fi Madzhabi al Imam Abi Hanifah, (Beirut: Dar Ihya’ Turats al ‘Arabi) juz. 2, hal. 259

[16] Al Imam Muhammad ibn Badr al Din al Dimasyqi al Hanbali,  Mukhtashar al Ifadat fi Rub’ al Ibadat wa al Adab wa Ziyadat, hal. 489

[17] Tingkatan seorang alim yang berada satu tingkat di bawah seorang mujtahid.

[18] Lihat kitab Raudhatu al Thaliibn, karya al Nawawi, (Beirut: Dar al Fikr), jilid 10 h. 64

[19] Mulla Ali al Qari beliau adalah Ali ibn Sultan Muhammad Abul Hasan Nuruddin al Mula al Harawi al Qari, seorang ahli fikih dalam madzhab Hanafi

[20] Al Iraqi, nama lengkapnya adalah Abu al Fadhl Zainuddin Abdurrahim ibn al Husain ibn Abdurrahman ibn Abu Bakar ibn Ibrahim al Iraqi. Seorang hafidz pada masanya yang dilahirkan pada bulan Jumadil Ula tahun 725 H. Diantara karyanya adalah al Alfiyyah yang sangat terkenal dalam bidang Musthalah al Hadits, al Marasil, Nadzm al Iqtirah, Takhrij Ahadits al Ihya’, Nadzm Minhaj al Baidhawi  fi al Ushul, Nadzm Gharib al Qur’an, Nadzm Sirah an-Nabawiyah. Wafat pada bulan Sya’ban tanun 806 H.

[21] Lihat Mulla Ali al Qari, Mirqat al Mafatih Syarh Misykat al Mashabih, (Beirut: Dar al Fikr), Juz. 3, hal. 300

[22] Mahmud al Subki, Ithaf al Kainat bi Bayan Madzhabi al Salaf wa al Khalaf fi al Mutasyabihat, (Mesir: Mathba’ah al Istiqamah), hal.3-4

[23] Ar-Razy, nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Umar ibn al Hasab ibn Al Husain ibn Ali at Taimi al Bakri (nasabnya sampai pada Abu Bakar) ar Razi yang dikenal dengan Fakhruddin ar Razi. Dilahirkan pada tahun 543 H. Beliau adalah seorang imam ahli tafsir bermadzhab Syafi’i. Beliau sangat kuat hujjahnya dalam membela akidah Asy’ariyah dan membantah filosuf dan Mu’tazilah. Diberi julukan dengan syaikh al Islam. Di antara karyanya yang terpenting adalah Mafatih al Ghaib, al Mahshul, al Mathalib al ‘Aliyah, al Arba’in fi Ushuluddin. Wafat di kota Hirah tahun 606 H

[24] Taqiyuddin al Husni, nama lengkapnya adalah Abu bakar ibn Muhammad ibn abdul Mukmin ibn Jariz ibn Ma’la ibn al Husaini al Hushni Taqiyuddin as Syafi’i. Dilahirkan pada tahun 752 H/1351 M. Di antara karyanya adalah Kifayatul Akhyar, Daf’u Syubah man Syabbaha Watamarrad, Takhrij Ahadits al Ihya, Tanbihu as Salik ‘ala Madhaanni al Mahalik, dan lainnya. Wafat di Damaskus tahun 829 H/ 1426 M.

[25] Al Kamal Humam al Hanafi, nama lengkapnya adalah Kamaluddin Muhammad ibn as Syaikh Himamuddin Abdul Wahid ibn al Qadhi Amiduddin Abdul Hamid ibn al Qadhi Sa’duddin Mas’ud al Hanafi as Sairami. Dilahirkan pada tahun 790 h di Kairo. Beliau adalah salah seorang imam ahli fikih madzhab Hanafi, seorang hafidz, ahli tafsir, ahli kalam dan lainnya. Di antara karyanya yang sangat terkenal adalah Fathu al Qadir, at Tahrir fi Ushul al Fiqh, alMusayarah fi al Aqaid al Munjiyah fi al Akhirah, Zad al Faqir. Wafat di Kairo pada hari Jum’at 7 Ramadhan tahun 861 H .

[26] Al Kamal al Hanafi, Syarh Fathi al Qadir bab Shifat al Aimmah.

[27] Perkataan ini dikutip oleh syekh Salamah al Qadhai al ‘Azami dalam kitabnya Furqanu al Qur’an, hal. 100

No comments:

Post a Comment