Dr. Marwa El-Sherbini (7 Oktober 1977 – 1 Juli 2009) |
Islamic Defenders - Semua, syahdan bermula dari
Marwa Al-Sharbini, 31 tahun. Ia meninggal dunia karena ditusuk oleh
seorang pemuda Jerman keturunan Rusia pada Rabu (1/7/2009) di ruang
sidang gedung pengadilan kota Dresden, Jerman. Saat itu, Marwa akan
memberikan kesaksian dalam kasus penghinaan yang dialaminya hanya karena
ia mengenakan jilbab.
Belum sempat memberikan
kesaksiannya, pemuda Jerman itu menyerang Marwa dan menusuk ibu satu
orang anak itu sebanyak 18 kali. Suami Marwa berusaha melindungi
isterinya yang sedang hamil tiga bulan itu, tapi ia juga mengalami
luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit.
Meski
pemerintah Jerman berusaha menutup-tutupi kematian Marwa Al-Sharbini,
cerita tentang Marwa mulai menyebar dan mengguncang kaum Muslimin di
berbagai negara. Untuk mengenang Marwa, diusulkan untuk menggelar Hari
Hijab Internasional yang langsung mendapat dukungan dari Muslim di
berbagai negara.
Usulan itu dilontarkan oleh
Ketua Assembly for the Protection of Hijab, Abeer Pharaon lewat
situsislamonline—sekarang sudah berganti menjadi onislam. Abeer
mengatakan, Marwa Al-Sharbini adalah seorang syahidah bagi perjuangan
muslimah yang mempertahankan jilbabnya.
“Ia menjadi korban Islamofobia, yang masih dialami banyak Muslim di Eropa. Kematian Marwa layak untuk diperingati dan dijadikan sebagai Hari Hijab Sedunia,” kata Abeer.
“Ia menjadi korban Islamofobia, yang masih dialami banyak Muslim di Eropa. Kematian Marwa layak untuk diperingati dan dijadikan sebagai Hari Hijab Sedunia,” kata Abeer.
Seruan Abeer disambut oleh
sejumlah pemuka Muslim dunia antara lain Rawa Al-Abed dari Federation of
Islamic Organizations di Eropa. “Kami mendukung usulan ini. Kami juga
menyerukan agar digelar lebih banyak lagi kampanye untuk meningkatkan
kesadaran tentang hak-hak muslimah di Eropa, termasuk hak mengenakan
jilbab,” kata Al-Abed.
Selama ini, masyarakat Muslim di
negara-negara non-Muslim memperingati Hari Solidaritas Jilbab
Internasional setiap pekan pertama bulan September. Hari peringatan itu
dipelopori oleh Assembly for the Protection of Hijab sejak tahun 2004,
sebagai bentuk protes atas larangan berjilbab yang diberlakukan negara
Prancis.
Kasus Marwa Al-Sharbini menjadi bukti bahwa Islamofobia masih sangat kuat di Barat dan sudah banyak Muslim yang menjadi korban.
“Apa yang terjadi pada Marwa sangat berbahaya. Kami sudah sejak lama mengkhawatirkan bahwa suatu saat akan ada seorang muslimah yang dibunuh karena mengenakan jilbab,” kata Sami Dabbah, jubir Coalition Against Islamophobia.
“Apa yang terjadi pada Marwa sangat berbahaya. Kami sudah sejak lama mengkhawatirkan bahwa suatu saat akan ada seorang muslimah yang dibunuh karena mengenakan jilbab,” kata Sami Dabbah, jubir Coalition Against Islamophobia.
Dabbah mengatakan, organisasinya
berulang kali mengingatkan agar para muslimah waspada akan makin
menguatnya sikap anti jilbab di kalangan masyarakat Barat. Profesor
bidang teologi dan filosifi dari Universitas Al-Azhar, Amina Nusser juga
memberikan dukungannya atas usulan Hari Jilbab Internasional yang bisa
dijadikan momentum untuk merespon sikap anti-jilbab di Barat.
“Hari peringatan itu akan menjadi kesempatan bagi kita untuk mengingatkan Barat agar bersikap adil terhadap para muslimah dan kesempatan untuk menunjukkan pada Barat bahwa Islam menghormati keberagaman,” tukas Nusser.
“Hari peringatan itu akan menjadi kesempatan bagi kita untuk mengingatkan Barat agar bersikap adil terhadap para muslimah dan kesempatan untuk menunjukkan pada Barat bahwa Islam menghormati keberagaman,” tukas Nusser.
Nusser menegaskan bahwa hak
seorang muslimah untuk berbusana sesuai ajaran agamanya, tidak berbeda
dengan hak penganut agama lainnya. Ia mengingatkan, bahwa kaum perempuan
penganut Kristen Ortodoks juga mengenakan kerudung sebelum masuk ke
gereja.
sumber: islampos | on-islam
Silahkan berkomentar
Gunakan sopan santun sebagai tanda orang yang berakhlaq baik