Islamic Defenders - Saya baru sempat
menonton film penghinaan terhadap Rasul/Islam itu, Selasa 18 September
2012. Tentu menyakitkan. Sebab bagi kita Rasul itu adalah tauladan di
atas segala tauladan. Dan tentunya pada tataran ‘imani’ terjaga dari
prilaku ‘syaithani’ yang ingin digambarkan pada film itu.
Tapi saya kemudian mencoba berpikir, lalu terbetiklah dibenak saya hal-hal berikut:
Pertama. Jangankan
di film ini, dalam Kitab Suci mereka sekalipun, para nabi dan rasul
telah menjadi bulan-bulanan dengan prilaku yang tidak manusiawi. Nabi
Daud merebut menyeleweng dengan isteri prajuritnya yang lagi berperang
membela agama. Nabi Sulaiman dengan imajinasi wanita-wanita cantik. Nabi
Luth yang menghamili putri sulungnya, dan seterusnya. Jadi perilaku ini
memang menjadi bagian dari ‘kejiwaan’ atau bahkan ‘iman’ mereka.
Kedua. Ini semakin
menguatkan keyakinan kita akan kebenaran Al Qur’an bahwa ‘istihzaa’
(pengolok-olokkan) Rasul dan penentangan kepada cahaya Allah itu
bersifat abadi. Ingat kata: “yuriiduuna li yuthfiuu..” menggambarkaan
bahwa upaya-upaya seperti ini berketerusan. Apapun umat lakukan saat
ini, tidak akan menghentikan upaya-upaya ini. Dari Salman Rushdie,
kartun Nabi di Denmark, pembakaran Al-Qur’an, hingga yang ini, hanya
bukti kebenaran Al Qur’an.
Ketiga. Pembuatan
film yang sangat ‘tidak profesional’ ini menggambarkan bahwa cara-cara
yang rasional tidak lagi mampu menghentikan laju pergerakan da’wah
Islam. Sehingga dengan sendirinya, film ini merupakan bukti
‘keputusasaan’ terhadap perkembangan da’wah Islam yang semakin bersinar
di berbagai penjuru dunia, bahkan di masyarakat yang paling ‘hostile’
sekalipun.
Keempat. Mereka
tahu bahwa orang-orang Islam sekarang ini mengalami masa ‘emosi mental’
yang tinggi karena berbagai hal, antara lain, konflik internal dan
eksternal, khususnya di Timur Tengah dan Asia Selatan. Dengan sengaja
mereka menyulut emosi itu lalu dijadikan justifikasi bahwa Islam memang
mengajarkan ‘kemarahan dan kekerasan’. Di sini, umat harus mampu
mengendalikan diri dan bersikap sebaliknya. Dengan ini mereka akan
semakin sakit hati…
Pada akhirnya,
satu hal yang perlu disadari umat ini adalah bahwa setiap ‘aksi dan
reaksi’ yang kita ambil dalam menyikapi apapun akan memiliki dampak
kepada Islam/Muslim itu sendiri. Oleh karenanya, mari belajar untuk
lebih pintar, arif, dan dewasa dalam melihat dan menyikapi berbagai hal,
termasuk film tersebut.
Wallahu a’lam bishawab!
Imam Islamic Center of New York, Muhammad Syamsi Ali, M.A
*Sumber: FIMADANI
Silahkan berkomentar
Gunakan sopan santun sebagai tanda orang yang berakhlaq baik