Bukti : Perekrutan Simon Sirenus
Interpretasi Kristen teradisional atas penyaliban manyatakan bahwa Yesus Kristus berpindah dari tempat hukuman di hadapan Pontius Pilatus menuju tempat penyaliban, yaitu Golgotha (Calvary dalam bahasa Latin). Perjalanan ini diritualkan oleh Gereja Katolik Roma sebagai bagian dari 14 Stasiun Salibnya, dimana stasiun kelima memperoleh perhatian khusus, stasiun Salib Kelima merunjuk pada suatu peristiwa yang dituturkan dalam tiga injik sinoptik, tetapi tidak diceritakan dalam Yohanes. Pada Stasiun kelima ini, Simor Sirenus konon ditemukan untuk membawa salib Yesus.
Interpretasi Kristen teradisional atas penyaliban manyatakan bahwa Yesus Kristus berpindah dari tempat hukuman di hadapan Pontius Pilatus menuju tempat penyaliban, yaitu Golgotha (Calvary dalam bahasa Latin). Perjalanan ini diritualkan oleh Gereja Katolik Roma sebagai bagian dari 14 Stasiun Salibnya, dimana stasiun kelima memperoleh perhatian khusus, stasiun Salib Kelima merunjuk pada suatu peristiwa yang dituturkan dalam tiga injik sinoptik, tetapi tidak diceritakan dalam Yohanes. Pada Stasiun kelima ini, Simor Sirenus konon ditemukan untuk membawa salib Yesus.
Setelah mareka keluar, mereka menemukan seorang laki-laki dari Sirenus bernama Simon; mereka memaksa orang ini untuk membawa salibnya. Dan ketika mereka sampai di sebuah tempat yang disebut Golgotha (yang berarti Tempat Tengkorak), mereka menawarkan anggur kepadanya untuk diminum, yang telah dicampur dengan cuka; tetapi ketika ia mencicipinya, dia tidak mau meminumnya. Dan ketika mereka menyalibkannya, mereka membagikan pakaiannya di antara mereka sendiri dengan melemparkan undian; kemudian mereka duduk di sana dan tetap mengawasinya.1
Mereka memaksa seorang musafir, yang datang dari negeri itu, untuk membawa salibnya; ia adalah Simon Sirenus ayah Aleksander dan Rufus. Kemudian, mreka membawa Yesus ke tempat yang disebut Golgotha (yang berarti tempat tengkorak). Kemudian mereka menawarinya anggur yang telah dicampur dengan myrrh; tetapi ia tidak menerimanya. Kemudian mereka menyalibnya, dan membagikan pakaiannya di antara mereka, dengan melemparkan undian untuk menentukan apa yang harus diterima oleh masing-masing.2 Setelah mereka membawanya, mereka menangkap seorang laki-laki, Simon Sirenus, yang datang dari negeri itu, dan mereka meletakkan salib itu di [pundak]-atasnya, dan menyuruhnya membawa salib itu di belakang Yesus. Dua orang lainnya, yang merupakan para penjahat, dibawa untuk dibunuh bersamanya. Ketika mereka sampai ke tempat yang disebut Tengkorak, mereka menyalib Yesus di sana bersama para penjahat, satu di sebelah kanannya dan satu lagi di sebelah kirinya.3
Kini, ada dua persoalan yang harus dijelaskan menyangkut penuturan di atas. Pertama, injil-injil kanonik tidak pernah menyatakan bahwa salib diserahkan kembali kepda Yesus dari Simon. Kedua, dalam kutipan dari Markus dan dalam kutipan dari Lukas, pengarang saat ini mencetak-miuring kata “Yesus” di satu tempat. Di masing-masing tempat ini, catatan NRSV berkenaan dengan teks tersebut dengan jelas menyatakan bahwa orang Yunani membawa “dia”, bukan “Yesus”. Dengan kata lain, para penerjemah khawatir kalau-kalau sebagian besar pembaca akan membaca “dia” sebagai kata-ganti yang merujuk pada Simon Sinerus juka mereka tidak memasukkan “Yesus” untuk mengganti “dia”. Dalam hal ini, para penerjemah sepenuhnya benar. Sebagian besar pembaca akan membaca “dia” sebagai kata-ganti yang merujuk pada Simon Sirenus, yang menunjukkan bahwa Simon Sirenus adalah orang yang disalib. Dalam kutipan-kutipan di atas, Matius, Markus, dan Lukas, semuanya tampaknya mengatakan bahwa Simon Sirenus disalib sebagai pengganti Yesus.
Harus ditekankan bahwa interpretasi terhadap tradisi sinoptik di atas tidak terbatas bagi pengarang saat ini. Kenyataannya, itulah interpretasi yang diyakini secara luas oleh segmen-segmen gereja-gereja Kristen awal. Para pembaca bab ini sudah menemukan bahwa interpretasi adalah Risalah Kedua Set Agung, kitab apokrif dari gereja-gereja Kristen awal, menyatakan, “adalah orang lain, Simon, yang memikul salib di pundaknya”. Kenyataannya, penggantian Simon Sirenus (sebagai korban penyaliban) untuk Yesus merupakan prinsip kepercayaan utama di antara orang-orang Kristen awal yang dikenal sebagai kelompok Basilidian,4 yang menonjol pada pertengahan abad abad ke-2 M. mereka mengadakan kongregasi di Mesir dan tetap eksis hingga abad ke-4 M. garis keturuannya bisa ditelusuri kembali pada orang-orang yang menjadi pengikut Basilides, yang diklaim sebagai penerima tradisi-tradisi rahasia tertentu dari Glaucias (seorang penafsir Petrus, murid Yesus).5 IKHTISAR DAN SIMPULAN-SIMPULAN
Bukanlah maksud pengarang untuk membuktikan satu tradisi, setelah dipertentangkan dengan tradisi lainnya, akhirnya sampai pada simpulan bahwa bukanlah yesus Kristus yang disalib. Namun, tinjauan-tinjauan terdahulu atas kitab suci Kristen, baik yang apokrif maupun kanonik, secara dramatis mengilustrasikan bahwa gereja-gereja Kristen awal tidak secara bulat menerima doktrin penyaliban Kristus. Jelasnya, mereka masih bingung mengenai apa yang sebenarnya terjadi saat itu. Ada banyak teroi yang berbeda mengenai pokok bahasan ini dalah gereja-gereja Kristen awal. Di antara banyak kandidat untuk kehormatan yang meragukan sebagai korban yang disalib ini, bisa kita sebutkan: Yudas Iskariot; Simon Sinerus; simulacrum-simulacrum Yesus Kristus; orang-orang lain yang tidak-teridentifikasi; dan seorang pemberontak paramiliter yang dikenal sebagai Yesus, orang Galilea, yang mengklaim dirinya sebagai Raja orang-orang Yahudi, dan yang dibedakan dari Yesus, putra Bapa, yaitu Yesus Kristus.
Alquran dengan jelas menyatakan bahwa Yesus Kristus tidak disalib. Sebagian besar segmen gereja-gereja Kristen awal, dan sebagian besar kitab suci Kristen awal mengamini pernyataan itu.
Bagi kaum muslim, pelajaran yang mungkin bisa diambil adalah bahwa banyak gereja Kristen awal jauh lebih dekat dengan Islam daripada yang pernah dipikirkan sebelumnya. Bagi kaum Kristen, pelajaran yang mungkin bisa diambil adalah bahwa doktrin penyaliban ternyata sangat di ragukan dan diperdebatkan oleh gereja-gereja awal. Dengan pemikiran semacam ini, mungkin mereka bersedia melihat kembali ajaran-ajaran Islam, dan mempertimbangkan persamaan-persamaan antara ajaran-ajaran Islam dan fondasi-fondasi agama Kristen awal.
Keterangan:
Dikutip dari buku: “Salib di Bulan Sabit”, karya DR. Jerald F. Dirks, 2003
No comments:
Post a Comment