

Lokakarya yang membahas Al Quran Braille ini menghasilkan rekomendasi bahwa Al Quran Braille harus disederhankan. “Huruf Braille itu membutuhkan banyak tempat dan memakan banyak kertas. Harus ada yang dimodivikasi, ada banyak huruf yang bisa dihilangkan. Kalau untuk orang awas (bisa melihat normal), Al Quran 30 juz berada dalam satu buku yang sangat sederhana sedangkan Al Quran Braille 1 juz bisa satu bundel. Al Quran Braille 30 juz bisa satu becak! Jadi, modivikasi harus segera dilakukan agar para tunanetra muslim dapat menikmati Al Quran lebih simple,” ujar Yayuk, salah satu peserta lokakarya yang berasal dari Bandung. “Dibahas juga metode pendidikan Al Quran Braille yang lebih efektif untuk para siswa Sekolah Luar Biasa (SLB).” Tambahnya.

Pada upacara penutupan, diumumkan pemenang setiap kategori lomba. Beberapa pemenang lomba dipanggil satu persatu ke atas panggung. Di antara para pemenang tersebut ada Hana (24) yang memenangkan lomba hafalan Al Quran kategori 5 juz. Saat ditanya tentang perjalanannya menghafal Al Quran, ia berujar “Saya serius menghafal Al Quran sejak usia 17 tahun. Waktu itu termotivasi dari musabaqoh tilawatil Al Quran tingkat kelurahan. Target saya ingin menjadi seorang hafizhah. Walaupun tidak bisa meraih prestasi seperti orang yang normal, saya ingin berprestasi dalam bidang Al Quran ini,” ujar Hana.

Dalam menghafal Al Quran, Hana mendatangkan guru ngaji ke rumahnya setiap hari. Ia menghafal Al Quran setiap hari 10 sampai 15 ayat. “Setiap hari guru ngaji saya memperdengarkan Al Quran 10 sampai 15 ayat. Kalau ayat-ayatnya mudah, biasanya beliau memberikan saya target 15 ayat perhari. Kalau ayatnya agak sulit, biasanya hanya 10 ayat perhari. Alhamdulillah Allah Swt memberikan kemudahan untuk menerima pelajaran ini,” terang Hana. “Hal tersulit dari hafalan Al Quran ini adalah pada tahap muraja’ah atau mengulang hafalan. Saya sudah menghafal 15 juz Al Quran, tapi yang sudah saya muraja’ah baru sampai 5 juz. Jadi, saya mengikuti lomba dalam kategori 5 juz,” tambahnya.
Pemenang lain yang mendapat tropi penghargaan dari ITMI adalah Nasihin (40). Lelaki yang bersal dari Tasikmalaya ini menghafal Al Quran sejak usia 7 tahun di sekolah umum. Ia kembali menghafal Al Quran lebih fokus sejak usia 13 tahun sampai saat ini. Pengalaman menghafalnya sangat menarik. Ia berpindah-pindah pondok pesantren untuk menguatkan hafalannya. “Awalnya saya mulai tinggal di Pesantren Pasir Bokor, Tasikmalaya. Setelah itu saya pindah ke Pesantren Al Mubarak, Cibeureum, Tasikmalaya. Terakhir saya mondok di Mambaul Ulum, Blitar, Jawa Timur.” ujarnya. Nasihin menghafal Al Quran dengan target hafalan satu lembar pehari. Ia menghafal Al Quran tidak menggunakan Al Quran Braille tapi dengan mendengarkan kiai membacanya. Pesannya bagi para pembaca Muslimdaily, “Menjadi seorang muslim harus dekat dengan Al Quran sebagai kitab suci agama Islam. Salah satu caranya adalah dengan menghafal Al Quran.”
Perlombaan ini adalah salah satu bukti penjagaan Allah Swt terhadap firman-firmannya. Setiap orang diberikan kemampuan untuk menjaga Al Quran. Bahkan para tunanetra pun berlomba-lomba untuk menjadi penjaga Al Quran. Sangat memalukan apabila orang-orang yang masih dapat melihat dengan normal tidak bersemangat menjaga Al Quran. []
Muslimdaily.net | Linda H
Silahkan berkomentar
Gunakan sopan santun sebagai tanda orang yang berakhlaq baik