Islamic Defenders - RUBEN Abu Bakr, pria asal Australia yang sangat humoris. Semula, ia
adalah seorang atheis. Akan tetapi, belakangan ia berhasrat mencari
keberadaan Tuhan. Dia kemudian mempelajari seluruh agama, mulai dari
Kristen, Katolik, Budha, Hindu hingga yahudi.
Kisah Ruben bermula
ketika ia duduk di bangku kuliah. Kala itu, ia harus menghadapi beragam
peristiwa berat. Sahabatnya tewas karena narkoba. Tidak lama kemudian,
orang tuanya bercerai. Ia pun dilanda kemiskinan.
“Bahkan, anjing peliharaanku pun mati,” tutur Ruben
Frustrasi
atas musibah kematian kerabat yang terus dihadapinya, ia pun
bertanya-tanya tentang tujuan hidup. Tentu, hidup tak sekadar untuk
mati. Berangkat dari pemikiran itu, ia pun mencari keberadaan Tuhan
dengan meneliti setiap agama yang ada.
Nasrani menjadi agama
pertama yang mendapat perhatian Ruben untuk diselidiki. Hal ini
mengingat hampir semua temannya menganut agama berkitab suci Injil
tersebut. Ruben pun menuju gereja dan mendapati orang-orang yang
bernyanyi memuji Tuhan dan mengatakan Tuhan Maha Pengasih. Pengalaman
pertamanya ke gereja tak serta-merta membuat Ruben puas. Ia terus
mempelajari Kristen, termasuk tentang Katolik, Anglikan, Baptisme, imam,
pendeta, dan lain sebagainya. Ia pun memiliki banyak pertanyaan
mengenai Kristen dan merasa tak cocok dengan agama ini.
Pencarian
pun berlanjut. Ia beralih menyelidiki agama Buddha. Kebetulan, Ruben
yang bekerja paruh waktu di pom bensin berteman dengan seorang beragama
Buddha. Ia tercengang ketika tahu Tuhan Buddha berkepala gajah.
“Mengapa
pria memiliki kepala gajah? Dapatkah kita memilih kepala singa? Atau
sesuatu yang lebih perkasa?” tanya Ruben kepada temannya.
Ruben
menganggapnya tidak logis. Ia juga sempat mempelajari agama Mormon.
Awalnya, dia menilai, ajaran agama ini sangat baik karena tidak
memperbolehkan penganutnya meminum alkohol, kafein, dan cola. Namun,
Ruben tidak menemukan kebaikan iman di agama ini. Ia kemudian
menyelidiki agama Yahudi. Namun lagi-lagi, Ruben tidak menemukan apa
yang ia cari.
Merasa upayanya sia-sia, Ruben pun menemui seorang
temannya untuk berkonsultasi. Si teman yang beragama Kristen pun
bertanya, “Bagaimana dengan Islam?”
Ruben pun sontak menolak. ”Apa? Islam? Untuk apa aku menyelidiki agama terorisme? Gila!” seru Ruben.
Bagai
menelan air ludah. Terbukti, lidah Ruben tak sesuai dengan tubuhnya. Ia
kemudian melangkah memasuki masjid ketika suatu kali melewatinya.
“Aku
tidak tahu apa yang menggerakkanku, yang jelas aku mengenakan sepatu
dan langsung masuk begitu saja. Aku pikir, aku akan mati di masjid
karena aku satu-satunya orang kulit putih.” Kata Ruben
Ruben pun
bertemu dengan seorang pria berperawakan besar asal Timur Tengah,
berjanggut dan mengenakan gamis. Ruben menggambarkannya mirip para
tersangka teroris. Yang mengagetkan, sosok tersebut menyapa sangat
ramah, bahkan menyuguhkan sajian layaknya menerima tamu.
”Namanya Abu Hamzah. Aku tak pernah membayangkan akan mendapat perlakuan seperti ini,” kenang Ruben.
Ruben
pun serta-merta menanyakan banyak hal tentang Islam. Misalnya, mengapa
Abu Hamzah berjanggut dan mengapa Muslimah berhijab. Ia menanyakan pula
mengenai praktik poligami dan lain sebagainya. Saat itu, Ruben dengan
sombong menyangka pertanyaan itu sangat berat dan akan menyulitkan Abu
Hamzah. Namun, lagi-lagi Ruben tercengang. Abu Hamzah mengambil Al-Quran
dan menjelaskannya sesuai firman Allah SWT.
“Mereka
selalu membuka Al-Quran untuk menjawab dan sama sekali tidak beropini
sendiri. Mereka mengatakan tak boleh beropini tentang firman Tuhan,”
tutur Ruben terpesona.
Ia pun membawa pulang sebuah kitab
Al-Qur’an dari masjid tersebut. Ruben membaca terjemahannya dan sangat
terkagum-kagum. Ia terpesona bagaimana Al-Qur’an menjelaskan proses
penciptaan manusia. Butuh enam bulan bagi Ruben untuk menelaah
Al-Qur’an, hingga ia menyimpulkan, ”Inilah yang aku cari dan perlukan.”
Dari
tahap awal tersebut, Ruben pun berpikir untuk menantang Allah SWT.
sebelum benar-benar bersyahadat dan memeluk Islam. Ia menyalakan lilin,
duduk di dekat jendela, seraya berkata,
“Allah, ini adalah saat
bagi saya untuk terjun ke Islam. Yang saya butuhkan hanya sebuah tanda.
Hanya tanda kecil, mungkin sedikit petir, atau mungkin rumah yang
runtuh.”
Lama ia menunggu, tidak ada tanda apa pun. Lilin yang ia
harapkan padam sebagaimana yang sering ia lihat di film, tidak terjadi.
“Ayolah Allah, satu saja,” Ruben memaksa.
Namun, tetap tidak ada
apa pun yang terjadi. Ruben merasa kecewa kepada Allah. Dengan perasaan
kecewa, Ruben kembali membuka Al-Qur’an, kemudian membaca ayat, “Dan
Dia menundukkan malam dan siang, matahari, dan bulan untukmu. Dan,
bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah SWT.) bagi kaum yang memahami-(nya).”
Membaca
ayat tersebut, bulu roma Ruben berdiri. Ia segera lari ke tempat tidur
dan sembunyi di balik selimut. Berkeringat dingin, ia tidak mampu
melakukan apa pun saking takutnya.
“Betapa arogan aku menuntutNya, padahal matahari dan semua yang diciptakan-Nya merupakan tanda.”
Kapok
menantang Allah SWT. Ruben pun kembali ke masjid dan bermaksud
mengucapkan syahadat. Jamaah di masjid pun menyaksikan perubahan hidup
Ruben menuju kebaikan.
Namun, Ruben mengaku kesulitan saat harus mengucapkan syahadat dengan bahasa Arab.
“Bisakah aku mengucapkannya dengan bahasa Inggris?” tawarnya kepada Abu Hamzah.
Tentu
saja, permintaan Ruben tidak diizinkan. Meski harus berkali-kali
keseleo lidah, akhirnya Ruben mampu bersyahadat. Usai mengucapkan
syahadat, seluruh jamaah pria di masjid pun menciumnya. Saat itu, masjid
dipenuhi jamaah karena bertepatan dengan hari pertama Ramadhan. Menurut
Ruben, baru kali itu ia dicium begitu banyak pria. Namun, ia sangat
senang. Ini peristiwa sangat berharga dan tak mungkin ia lupakan.
Sementara
itu, keluarganya merasa cemas dengan keislaman Ruben. Mereka menyangka
putra mereka telah masuk ke dalam kelompok teror.
“Mereka takut
jika nanti aku memegang senapan AK 47 dan granat,”kata Ruben sembari
tersenyum. Namun, hari demi hari, orang tua Ruben justru mendapati
anaknya menjadi pribadi yang patuh dan baik. Mereka pun menyukai
perubahan Ruben.
Bahkan, sang ayah ikut tertarik membaca
Al-Quran. Dan berkata “Kini, kamu menjadi orang yang lebih bisa
diandalkan, dipercaya, dan dapat dimintai tolong,”
Silahkan berkomentar
Gunakan sopan santun sebagai tanda orang yang berakhlaq baik